Tuesday, September 12, 2017

PEMBELAJARAN TERPADU





2.1  Pengertian Pembelajaran Terpadu
Terdapat dua istilah yang secara teoritis memiliki hubungan yang saling terkait dengan keterangan satu dengan yang lainnya, yaitu intergrated curiculum (kurikulum terpadu) dan intergrated learning (pembelajaran terpadu). Kurikulum terpadu adalah kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan isi, keterampilan dan sikap (Wolfinger, 1994:133). Rasional pemaduan itu antara lain disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1.      Kebanyakan masalah dan pengalaman (termasuk pengalaman belajar)  bersifat interdispilner, sehingga untuk memahami, mempelajari dan memecahkan diperlukan muliti-skill.
2.      Adanya tuntutan interaksi kolaboratif yang tinggi dalam memecahkan berbagai masalah.
3.      Memudahkan anak membuat hubunganantarskemata dan transfer pemahaman antarkonteks.
4.      Demi efisiensi.
5.      Adanya tuntutan keterlibatan anak yang tinggi dalam proses pembelajaran.
4
 
Sejalan dengan hal tersebut diatas, pembelajaran terpadu banyak dipengaruhi oleh eksplorasi topik yang ada dalam kurikulum sehingga anak dapat belajar menghubungkan proses dan isi pembelajaran secara lintas disiplin dengan waktu yang bersamaan.
Perbedaan yang mendasar dari konsepsi kurikulum terpadu dan pembelajaran terpadu terletak pada segi perencanaan dan pelaksanaannya. Idealnya, pembelajaran terpadu seharusnya bertolak dari kurikilim terpadu, tapi kenyataan menunjukkan bahwa banyak kurikulum yang memisahkan matapelajaran satu dengan yang lainnya (separated curriculum) menuntut pembelajaran yang sifatnya terpadu (intergrated learning).
Selain pendapat diatas, nampaknya ada pihak yang menyamakan antara konsepsi pembelajaran terpadu dengan kurikulum terpadu. Landasan pemikiran yang digunakan adalah bahwa pusat perhatian kurikulum terpadu terletak pada proses yang ditempuh seorang siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya. Atas dasar itu, pembelajaran terpadu disikapi sebagai sebuah wawasan dan aktifitas berfikir dalam merancang pembelajaran yang ditujukan untuk menghubungkan tema, topik maupun pemahaman dan keterampilan yang diperoleh siswa secara utuh/terpadu.
Pembelajaran terpadu sebagai konsep dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna dalam pembelajaran terpadu, siswa akan memahami kosep-konsep yang ereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan kosep lain yang sudah mereka pahami.
Fokus perhatian pembelajaran terpadu terletak pada proses yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya (Aminuddin,1994). Berdasarkan hal tersebut, maka pengertian pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai mata pelajaran yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling serta dalam rentang kemampuan dan perkembangan anak.
2.      Suatu cara yang mengembangkan pengatahuan dan keterampilan anak secara serempak (simultan).
3.      Merakit atau menggabungkan sebuah konsep dalam beberapa mata pelajaran yang berbeda, dengan harapan siswa dapat belajar dengan lebih baik dan bermakna.
Pembelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian (center of interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dengan konsep lain, baik yang berasal dari mata pelajaran yang bersangkutan maupun dari mata pelajaran lainnya.
Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan yang berorentasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori pembelajaran ini didimotori para tokoh Psikologi Gestlat, (termasuk teori Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak.
Pelaksanaan pendekatan pembelajaran terpadu ini bertolak dari suatu topik dan tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama-sama dengan anak. Tujuan dari tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep mata pelajaran, akan tetapi konsep-konsep dari mata pelajaran yang terkait dijadikan sebagai alat dan wahana untuk mempelajari dan menjelajahi topik atau tema tersebut. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, maka pembelajaran terpadu tampaknya lebih menekankan pada keterlibat anak dalam proses belajar atau mengarahkan anak secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pendekatan pembelajaran terpadu ini lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

2.2 Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Penerapan pendekatan pembelajaran terpadu di sekolah dasar bisa disebut sebagai suatu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan terutama dalam rangka mengimbangi gejala penjejalan isi kurikulum yang sering terjadi dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah kita. Penjejalan isi kurikulum tersebut dikhawatirkan akan mengganggu perkembangan anak, karena terlalu banyak menuntut anak untuk mengerjakan aktivitas atau tugas-tugas yang melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka. Dengan demikian, anak kehilangan sesuatu yang seharusnya bisa mereka kerjakan. Jika dalam proses pembelajaran, anak hanya merespon segalanya dari guru, maka mereka akan kehilangan pengalaman pembelajaran yang alamiah dan langsung (direct experiences). Pengalaman-pengalaman sensorik yang membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak siswa menjadi tidak tersentuh, hal tersebut merupakan karakteristik utama perkembangan anak usia sekolah dasar. Di sinilah mengapa pembelajaran terpadu sebagai pendekatan baru dianggap penting untuk dikembangkan di sekolah dasar.
Terdapat beberapa karakteristik yang perlu dipahami dari pembelajaran terpadu, antara lain:
1.      Pembelajaran terpadu berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Peran guru lebih banyak sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2.      Pembelajaran terpadu dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3.      Dalam pembelajaran terpadu pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Bahkan dalam pelaksanaan di kelas-kelas awal sekolah dasar, fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4.      Pembelajaran terpadu menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Pembelajaran terpadu bersifat luwes (fleksibel), sebab guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6.      Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Sedangkan untuk pembelajaran terpadu sendiri memilki beberapa kelebihan diantaranya adalah:
1.      Pengalaman dan kegiatan belajar akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan siswa.
2.      Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
3.      Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi siswa sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama.
4.      Pembelajaran terpadu dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa.
5.      Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya.
6.      Menumbuhkembangkan keterampilan sosial siswa seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain.
Selain beberapa kekuatan atau kelebihan diatas, penerapan pembelajaran terpadu di sekolah dasar memiliki beberapa kendala dalam pelaksanaannya, diantaranya:
1.      Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam kurikulum sekolah dasar tahun 2004 masih terpisah-pisah ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Hal ini akan menyulitkan guru dalam mengembangkan program pembelajaran terpadu. Di samping itu, tidak semua kompetensi dasardapat dipadukan.
2.      Dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu dibutuhkan sarana dan prasarana belajar yang optimal. Jika tidak, maka proses pelaksanaan pembelajaran terpadu tidak akan berjalan dengan baik, dan hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai siswa.
3.      Belum semua guru sekolah dasar memahami konsep pembelajaran terpadu ini secara utuh, bahkan ada kecenderungan yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaannya yaitu sifat konservatif guru, dalam arti bahwa pada umumnya guru merasa senang dengan proses pembelajaran yang konvensional.

2.3  Landasan Pembelajaran Terpadu
            Dalam setiap pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar, seorang guru harus mempertimbangkan banyak faktor. Selain karena pembelajaran itu pada dasarnya merupakan implementasi dan kurikulum yang berlaku, juga selalu membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan didasarkan atas hasil-hasil pemikiran yang mendalam. Landasan-landasan tersebut pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan, serta menilai proses dan hasil pembelajaran. Landasan-landasan yang perlu mendapat perhatian guru dalam pembelajaran terpadu di sekolah dasar meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan praktis.  


2.3.1 Landasan Filosofis
            Landasan filosofis dimaksudkan pentingnya aspek filsafat dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu, bahkan landasan filsafat menjadi landasan utama yang melandasi aspek lainnya. Perumusan tujuan atau kompetensi dan isi atau materi pembelajaran terpadu pada dasarnya bergantung pada pertimbangan filosofis. Pandangan filosofi yang berbeda akan mendorong dan mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran terpadu yang berbeda pula. Secara filosofis, kemunculan pembelajaran terpadu sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yatiu aliran progresivisme, konstruktivisme, dan humanism.
            Aliran progresivisme beranggapan bahwa proses pembelajaran pada umumnya perlu sekali dilaksanakan pada: (a) pembentukan kreativitas, (b) pemberian sejumlah kegiatan, (c) suasana yang alamiah, dan (d) memperhatikan pengalaman siswa. Aliran ini juga memandang bahwa dalam proses belajar, siswa sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang harus mendapatkan pembecahan (problem solving). Dalam memecahkan masalah tersebut, siswa perlu memilih dan menyusun ulang dan pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikinya.
            Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung sebagai kunci dalam pembelajaran. Sebab itu, pengalaman orang lain yang diformulasikan misalnya dalam suatu buku teks dihubungkan dengan pengalaman siswa secara langsung. Aliran konstruktivisme ini menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Suatu pengetahuan dianggap benar apabila pengetahuan itu dapat digunakan untuk memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi konstruktivisme, tidak dapat ditransfer begitu saja dari guru kepada siswa, tetapi harus diinterpretasika sendiri oleh siswa.
            Aliran humanism menihat siswa dari segi: (a) keunikan/kekhasannya, (b) potensinya, dan (c) motivasi yang dimilikinya. Siswa selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi dari hal tersebut dalam kegiatan pembelajaran adalah: (a) layanan penbelajaran selain bersifat klasikal juga bersifat individual, (b) pengakuan adanya siswa yang lambat dan siswa yang cepat, (c) penyikapan yang unik terhadap siswa baik yang menyangkut faktor personal/individual maupun yang menyangkut faktor lingkungan sosial kemasyarakatannya.
2.3.2 Landasan Psikologis
            Pembelajaran terpadu juga dilandasi oleh beberapa pandangan psikologis. Hal ini disebabkan bahwa proses pembelajaran itu sendiri sendiri berkaitan dengan perilaku manusia, dalam hal ini yaitu siswa. Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungan belajarnya, baik lingkunga yang bersifat fisik, maupun lingkungan sosial. Melalui pembelajaran diharapkan adanya perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral, maupun sosial. Namun demikian, perlu juga diingatkan bahwa tidak semua perubahan perilaku siswa tersebut mutlak sebagai intervensi dari proses pembelajaran, ada juga yang dipengaruhi kematangan siswa itu sendiri atau pengaruh dari lingkungan di luar kelas.
            Pembelajaran terpadu sebagai pencapaian kompetensi siswa sudah pasti berkenaan dengan proses perubahan perilaku siswa tersebut di atas. Melalui pembelajaran terpadu siswa diharapkan dapat terbentuk tingkah laku baru berupa kompetensi aktual dan potensial dari para siswa serta kompetensi baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
Terdapat beberapa pandangan psikologis yang melandasi pembelajaran terpadu. Pandangan pertama adalah bahwa pada dasarnya masing-masing siswa membangun realitasnya sendiri. Dengan kata lain, pengalaman langsung siswa adalah kunci dari pembelajaran yang berarti bukan pengalaman orang lain (guru) yang ditransfer melalui berbagai bentuk media. Pandangan kedua mengemukakan bahwa keseluruhan perkembangan anak adalah terpadu dan anak melihat dirinya dan sekitarnya secara utuh (holistik).
Pandangan selanjutnya adalah bahwa pikiran seseorang pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mencari pola dan hubungan antara gagasan-gagasan yang ada. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk menemukan pola dan hubungan tersebut dari berbagai disiplin ilmu. Pandangan psikologis selanjutnya menyatakan bahwa pada dasarnya siswa adalah seorang individu dengan berbagaikemampuan yang dimilikinya dan mempunyai kesempatan untuk berkembang. Dengan demikian, peran guru bukanlah satu-satunya pihak yang paling menentukan, tetapi lebih banyak bertindak sebagai tut wuri handayani.
2.3.3 Landasan Praktis dan Landasan Sosial Budaya serta IPTEK
            Landasan praktis diperlukan karena pada dasarnya guru harus melaksanakan pembelajaran terpadu secara aplikatif di dalam kelas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu juga dilandasi oleh landasan praktis yaitu sebagai berikut: (a) perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat sehingga terlalu banyak informasi yang harus dimuat dalam kurikulum, (b) hampir semua pelajaran di sekolah diberikan secara terpisah satu sama lain, padahal seharusnya saling terkait, (c) permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sekarang ini cenderung lebih bersifat lintas mata pelajaran (interdispliner) sehingga diperlukan usaha kolaboratif antara berbagai mata pelajaran untuk memecahkannya, dan (d) kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktik dapat dipersempit dengan pembelajaran yang dirancang secara terpadu sehingga siswa akan mampu berpikir secara teoritis dan pada saat yang sama mampu berikir praktis.
Pembelajaran terpadu sebenarnya juga perlu mempertimbangkan landasan lainnya yaitu landasan sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal ini karena pembelajaran selalu mengandug nilai yang harus sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi juga oleh lingkungan. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya, harus menjadi dasar dan acuan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran terpadu. Lanadasan IPTEK diperlukan dalam pengembangan pembelajaran terpadu sebagai upaya menyelaraskan materi pembelajaran terpadu dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.4 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Terpadu
            Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu di sekolah dasar, terutama pada saat penggalian tema-tema, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan penilaian. Dalam proses penggalian tema-tema perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tema hendaknya tidak terlalu  luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan mata pelajaran.
2. Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
3. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukkan sebagian besar minat siswa.
5. Tema yang hendak dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar.
6. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat.
7. Tema yang dipilih hedaknya juga mempehatikan ketersediaan sumber belajar.
Dalam proses pelaksanaan pembelajaran terpadu perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) guru hendaknya tidak bersikap otoriter atau menjadi single actor yang mendominasi aktivitas dalam proses pembelajaran, (b) pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok, dan (c) guru perlu bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak dalam perencanaan pembelajaran.
Dalam proses penilaian pembelajaran terpadu, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) member kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri sendiri (self evaluation) di samping bentuk penilaian lainnya, dan (b) guru perlu mengajak para siswa untuk menilai perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan atau kompetensi yang telah disepakati.

2.5 Manfaat Pembelajaran Terpadu
Di bawah ini diuraikan beberapa manfaat yang dapat dipetik dengan pelaksanaan pembelajaran terpadu, antara lain:
1.      Dengan menggabungkan berbagai mata  pelajaran akan terjadi penghematan karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
2.      Siswa dapat melihat hubungan – hubungan yang bermakna sebab materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat daripada tujuan akhir itu sendiri.
3.      Pembelajaran terpadu dapat meningkatkan taraf kecakapan berfikir siswa. Hal ini dapat terjadi karena siswa dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih besar, lebih luas dan lebih dalam  ketika menghadapi situasi pembelajaran.
4.      Kemungkinan pembelajaran yang terpotong-potong sedikit sekali terjadi, sebab siswa dilengkapi dengan pengalaman belajaryang lebih terpadu sehingga akan mendapat pengertian akan mengenai proses dan materi yang terpadu.
5.      Pembelajaran terpadu memberikan penerapan-penerapan dunia nyata sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer pembelajaran (transfer of learning).
6.      Dengan pemaduan antar mata pelajaran diharapkan penguasaan materi pembelajaran akan semakin baik dan meningkat.
7.      Pengalaman antar mata pelajaran sangat positif untuk membentuk pendekatan menyeluruh pembelajaran terhadap pengembanga ilmu pengetahuan. Siswa akan lebih aktif dan otonom dalam pemikirannya.
8.      Motivasi belajar dapat diperbaiki dan ditingkatkan dalam pembelajaran antar mata pelajaran. Para siswa akan telibat dalam “konfrontasi yang melibatkan banyak pemikiran” dengan pokok bahasa yang dihadapi.
9.      Pembelajaran terpadu membantu mencipitakan struktur kognitif atau pengetahuan awal siswa yang dapat enjembatani pemahaman yang terkait, pemahaman yang terorganisasi dan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep-konsep yang sedang dipelajari, dan akan menjadi transfer pemahaman dari suatu konteks ke konteks yang lain.
10.  Melalui pembelajaran terpadu terjadi kerja sama yang lebih meningkat antara para guru, para siswa, guru-siswa dan siswa –orang/narasumber lain, belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam situasi yang lebih nyata dan dala konteks yang lebih bermakna.

2.6 Berbagai Model Pembelajaran Terpadu
Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, menurut seorang ahli yang bernama Robin Fogarty (1991) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: (1) fragmented, (2) connected, (3) nested, (4) sequenced, (5) shared, (6) webbed, (7) threaded, (8) integrated, (9) immersed, dan (10) networked. Secara singkat kesepuluh cara atau model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
2.6.1 Model Penggalan (Fragmented)
Model fragmented ditandai oleh ciri pemaduan yang hanya terbatas pada satu mata pelajaran saja. Misalnya, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, materi pembelajran tentang menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat dipadukan dalam materi pembelajaran keterampilan berbahasa. Dalam proses pembelajarannya, butir-butir materi tersebut dilaksanakan secara terpisah-pisah pada jam yang berbeda-beda.




Gambar 2.6.1.1 Model Penggalan
 
 
2.6.2  Model Keterhubungan (Connected)
Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Butir-butir pembelajaran seperti: kosakata, struktur, membaca, dan mengarang misalnya, dapat dipayungkan pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Penguasaan butir-butir pembelajaran tersebut merupakan keutuhan dalam membentuk kemampuan berbahasa dan bersastra. Hanya saja pengalaman secara utuh tersebut tidak berlangsung secara otomatis. Karena itu, guru harus menata butir-butir pembelajaran dan proses pembelajarannya secara terpadu.




Gambar 2.6.2.1 Model Keterhubungan (Connected)

 
 


2.6.3  Model Sarang (Nested)
Model nested merupakan pemaduan berbagai bentuk pnguasaan konsep keterampilan melalui sebuh kegiatan pembelajaran. Misalnya, pada jam-jam tertentu seorang guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman tentang bentuk kata, makna kata, dan ungkapan dengan saran pembuahan keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi, daya berpikir logis, menentukan ciri bentuk dan makna kata-kata dalam puisi. Pembelajaran berbagai bentuk penguasaan konsep dan keterampilan tersebut keseluruhannya tidak harus dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi dan berpikir logis dalam hal ini disikapi sebagai bentuk keterampilan yang tergarap saat siswa memakai kata-kata, membuat ungkapan dan mengarang puisi. Untuk mengetahui telah dikuasainya keterampilan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan mereka dalam membuat ungkapan dan mengarang puisi.








Gambar 2.6.3.1 Model Sarang (Nested)
 
 




2.6.4  Model Urutan/Rangkaian (Sequenced)
Model sequenced merupakan model pemaduan topik-topik antarmata pelajaran yang berbeda secara parallel. Isi cerita dalam roman sejarah, misalnya: topik pembahasannya secara paralel atau dalam jam yang sama dapat dipadukan dengan ikhwal sejarah perjuangan bangsa, karakteristik kehidupan social masyarakat pada periode tertentu maupun topik yang menyangkut perubahan makna kata. Topik-topik tersebut dapat dipadukan pembelajarannya pada alokasi jam yang sama.
 



2.6.5  Model Bagian (Shared)
Model shared merupakan bentuk pemaduan pembelajaran akibat adanya overlapping konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih. Butir-butir pembelajaran tentang kewarganegaraan dalam PPKn misalnya, dapat bertumpang tindih dengan butir pembelajaran dalam Tata Negara, PSB, dan sebagainya.



Gambar 2.6.5.1 Model Bagian (Shared)
 
 

2.6.6  Model Jaring Laba-laba (Webbed)
Selanjutnya, model yang paling popular adalah model webbed. Model ini bertolak dari pendekatan tematis sebagai pemandu bahan dan kegiatan pembelajaran. Dalam hubungan ini tema dapat mengikat kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata pelajaran.



Gambar 2.6.6.1 Model Jaring Laba-laba (Webbed)

 
 
2.6.7  Model Galur (Threaded)
Model threaded merupakan model pemaduan bentuk keterampilan, misalnya; melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian, antisipasi terhadap cerita dalam novel, dan sebagainya. Bentuk threaded ini berfokus pada apa yang disebut meta-curriculum.








Gambar 2.6.7.1 Model Galur (Threaded)

 
 





2.6.8  Model Ketepaduan (Integrated)
Model integrated merupakan pemaduan sejumlah topic dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topic tertentu. Topic evidensi yang semula terdapat dalam mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial, agar tidak membuat muatan kurikulum berlebihan, cukup diletakkan dalam mata pelajaran tertentu, misalnya Ilmu Pengetahuan Alam. Contoh lain, dalam teks membaca yang merupakan bagian mata pelajaran Bahasa Indonesia, dapat dimasukkan butir pembelajaran yang dapat dihubungkan dengan Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan sebagainya.



Dalam hal ini diperlukan penataan area isi bacaan yang lengkap sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan berbagai butir pembelajaran dari berbagai mata pelajaran yang berbeda tersebut. Ditinjau dari penerapannya, model ini sangat baik dikembangkan di SD.





Gambar 2.6.8.1 Model Ketepaduan (Integrated)

 
 
2.6.9  Model Celupan (Imemersed)
Model immersed dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan pemakainya. Dalam hal ini tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.


Gambar 2.6.9.1 Model Celupan (Imemersed)

 
 
2.6.10    Model Jaringan (Networked)
Terakhir, model networked merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandaikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda-beda. Belajar disikapi sebagai proses yang berlangsung secara terus-menerus karena adanya hubungan timbal balik antara pemahaman dan kenyataan yang dihadapi siswa.
 




Selain pandangan Robin Fogarty di atas, Jacobs (1989) mengemukakan lima pilihan bentuk keterpaduan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu: (a) discipline based, (b) parallel, (c) multidisciplinary, (d) interdisciplinary, dan (e) intergrated. Secara ringkas kelima model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1.      Bentuk discipline based adalah bentuk keterpaduan yang bertolak dari mata pelajaran tertentu. Sebuah topik ekonomi misalnya dapat dihubungkan dengan masalah sosial politik dan ilmiah.
2.      Bentuk parallel memadukan tema-tema yang sama dalam beberapa mata pelajaran. Bentuk ini mengkondisikan tingkat keterpaduan yang kurang mendalam.
3.      Bentuk multidisciplinary adalah bentuk pembelajaran sejumlah mata pelajaran secara terpisah melalui sebuah tema.
4.      Bentuk interdisciplinary adalah bentuk pembelajaran yang menggabungkan sejumlah mata pelajaran dalam sebuah tema. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam waktu yang bersamaan.
5.      Bentuk integrated merupakan bentuk pembelajaran yang memadukan sebuah konsep dari sejumlah mata pelajaran melalui hubungan tujuan-tujuan, isi, keterampilan, aktivitas, dan sikap. Dengan kata lain, bentuk pembelajaran integrated merupakan pembelajaran antarmata pelajaran yang ditandai oleh adanya pemaduan tujuan, kemampuan, sikap dari berbagai mata pelajaran dalam topik tertentu secara utuh.

2.7 Model Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar
            Model-model pembelajaran terpadu seperti di atas tidak semuanya tepat diterapkan di sekolah dasar di Indonesia. Menurut hasil pengkajian Tim Pengembang PGSD (1997), terdapat tiga model yang dapat diterapkan di sekolah dasar kita, yaitu model jaring laba-laba (webbing), model keterhubungan (connected), dan model keterpaduan (integrated). Di bawah ini diuraikan ketiga model pembelajaran terpadu tersebut beserta kelebihan dan kelemahan pelaksaanannya.
2.7.1 Model Jaring Laba-laba (Webbed)
            Model pembelajaran ini adalaha model pembelajaran terpadu yang mengunakan tematik. Pendekatan ini dimulai dengan menentukan tema, yang kemudian dikembangkan menjadi subtema dengan memperhatikan keterkaitan tema tersebut dengan mata pelajaran yang terkait. Dari subtema tersebut diharapkan aktivitas siswa dapat berkembang dengan sendirinya.
            Kelebihan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba adalah sebagai berikut: (a) adanya faktor motivasional yang dihasilkan dari menyeleksi tema yang sangat diminati, (b) model jaring laba-laba relatif mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman, (c) model ini mempermudah perencanaan krja tim untuk mengembangkan tema ke dalam semua bidang isi pelajaran.
            Kelemahan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba sebagai berikut: (a) langkah yang sulit dalam pembelajaran terpadu model jaring laba-laba adalah menyeleksi tema, (b) adanya kecederungan merumuskan suatu tema dangkal sehingga hal ini hanya berguna secara artificial di dalam perencanaan kurikulum, (c) guru dapat menjaga misi kurikulum, dan (d) dalam pembelajaran lebih focus pada kegiatan daripada pengembangan konsep.
2.7.2 Model Keterhubungan (Connected)
            Model keterhubungan adalah model pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep lain, satu topik dengan topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas-tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas-tugas yang dilakukan dalam satu semester dengan ide-ide yang dipelajari dalam satu semester dengan ide-ide yang akan dipelajari pada semester berikutnya di dalam satu mata pelajaran.
            Kelebihan pembelajaran terpadu model keterhubungan adalah: (a) dengan mengaitkan ide-ide  dalam satu mata pelajaran, siswa memiliki keuntungan gambaran yang besar seperti halnya suatu mata pelajaran yang terfokus pada satu aspek, (b) konsep-konsep kunci dikembangkan siswa secara terus menerus sehingga terjadi internalisasi, dan (c) mengaitkan ide-ide dalam suatu mata pelajaran memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, mengasimilasi ide secara berangsur-berangsur dan memudahkan transfer atau pemindahan ide-ide tersebut dalam memecahkan masalah.
            Kelemahan model pembelajaran keterhubungan adalah: (a) berbagai mata pelajaran di dalam model ini tetap terpisah dan nampak tidak terkait walaupun hubungan dibuat secara eksplisit antara mata pelajaran (interdisiplin), (b) guru tidak didorong untuk bekerja secara bersama-sama sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep dan ide-ide antara mata pelajaran, dan (c) usaha-usaha yang terkonsentrasi untuk mengintegrasikan ide-ide dalam suatu mata pelajaran adapat mengabaikan kesempatan untuk mengembangkan hubungan yang lebih global dengan mata pelajaran lain.
2.7.3 Model Keterpaduan (Integrated)
            Model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antarmata pelajaran. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan mata pelajaran dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menentukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih didalam mata pelajaran. Berbeda dengan model jaring laba-laba yang menuntut pemilihan tema dan pengembangannya sebagai langkah awal maka dalam model keterpaduan tema yang terkait dan bertumpang tindih mrupakan hal terakhir yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan program. Pertama, guru menyeleksi konsep-konsep, keterapilan dan sikap yang diajarkan dalam satu semester dari beberpa mata pelajaran, selanjutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan, dan sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara mata pelajaran.
            Kelebihan model keterpaduan antara lain: (a) memudahkan siswa unutk mengarahkan keterkaitan dan keterhubungan di antara mata pelajaran, (b) memungkinkan pemahaman antarmata pelajaran dan memberikan penghargaan terhadap pengetahuan dan keahlian, dan (c) mampu membangun motivasi. Sedangkan kelemahan model keterpaduan antara lain: (a) model ini model yang sangat sulit diterpakan secara penuh, (b) model ini menghendaki guru yang terampil, percaya diri, dan menguasai konsep, sikap dan keterampilan yang sangat diprioritaskan, (c) model ini menghendaki tim antarmata pelajaran yang terkadang sulit dilakukan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan.



















No comments:

Post a Comment