Tuesday, May 3, 2016

FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI ROH DALAM PENERAPAN BELAJAR MENGAJAR DI INDONESIA




Muhammad Muhtar Asngari
PP3 PGSD Universitas Negeri Malang Jl. Ir.Soekarno 01 Blitar
E-mail : muhtarasngari7@gmail.com

            Abstrak : Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Filsafat pancasila merupakan hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Dalam kegiatan belajar mengajar, filsafat pancasila berperan sebagai dasar pemikiran dalam penerapan pembelajaran di sekolah. Pancasila merupakan sumber pengetahuan, sistem pengetahuan, dasar kebenaran pengetahuan, dan cara mendapatkan pengetahuan. Unsur-unsur tersebut amat berguna untuk memperkokoh landasan pendidikan di Indonesia.


            Kata Kunci : Filsafat, Pancasila, Belajar

Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa. Terbagi ke dalam 34 provinsi dan memiliki suku, ras, agama dan budaya yang berbeda-beda di setiap wilayahnya. Keanekaragaman budaya tersebut meliputi tarian, pakaian adat, bahasa, kepercayaan dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan yang ada di setiap wilayah tersebut tidak menimbulkan perpecahan dan konflik, namun justru persatuan dan kesatuan tetap terjaga di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berbicara mengenai Negara Indonesia, tentunya tidak terlepas dari peran pancasila sebagai dasar negara. Pancasila merupakan cerminan kepribadian bangsa Indonesia yang sopan santun dan bermartabat. Pancasila terdiri dari lima sila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila dihubungkan dengan ilmu filsafat, maka Indonesia memiliki sebuah filsafat yang agung yaitu filsafat pancasila. Filsafat pancasila merupakan hasil pemikiran mengenai hal-hal yang diyakini paling baik, paling sesuai untuk bangsa Indonesia baik dari sisi nilai, norma maupun dalam dunia pendidikan yang berlandaskan pancasila.
Peran filsafat pancasila cukup vital dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, hal ini dikarenakan filsafat pancasila sebagai dasar acuan dalam membuat kurikulum serta merancang kegiatan belajar mengajar yang tentunya haruslah mencerminkan kelima sila dari pancasila. Teori-teori belajar yang berkembang saat ini seperti behavioristik, kognitif, humanistik maupun konstruktivistik, ketika diterapkan pada kegiatan belajar mengajar di sekolah juga harus tetap berlandaskan filsafat pancasila dalam penerapannya. Sehingga bisa dikatakan bahwa filsafat pancasila sebagai roh ataupun nyawa dari penerapan pendidikan di Indonesia.

Apa Itu Filsafat
Banyak orang yang sering mendengar kata “filsafat” namun tidak paham apa sebenarnya makna dari filsafat itu sendiri.  Istilah "filsafat" dapat ditinjau dari dua segi, yakni yang pertama adalah segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' = cinta, suka (loving), dan 'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia' berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya 'failasuf". Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Segi yang kedua adalah dari segi praktis. Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap manusia adalah filsuf". Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam.
Sedangkan pengertian filsafat menurut beberapa para ahli adalah sebagai berikut : (1) Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli) (2) Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda) (3) Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa: Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa (Tahitona, 2015). Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu: "hakikat Tuhan, "hakikat alam semesta, dan "hakikat manusia, serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.

Filsafat Pancasila
Bagi bangsa Indonesia mungkin sudah sangat mengenal apa itu pancasila. Iya, pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Rakyat Indonesia sangat memegang teguh nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Hal ini dikarenakan  pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Pancasila menjadi dasar dari perkembangan Indonesia di beberapa bidang, termasuk bidang pendidikan.
Dalam kehidupan manusia filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang kebelakang zaman dan juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan umat manusia dalam bentuk-bentuk ideologi. Pembangunan dan pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa pun bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh karena itu filsafat telah menguasai kehidupan umat manusia, manjadi norma negara, menjadi filsafat hidup suatu bangsa.
Dalam filsafat hidup bangsa Indonesia, yaitu Filsafat Pancasila. Didalamya terdapat banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia. Filsafat yang terkandung didalam Pancasila harus disoroti dari titik tolak pandangan yang holistik mengenai kenyataan  kehidupan bangsa yang beranekaragam. Ini menekankan pada semangat Bhineka Tunggal Ika, semangat ini diharapkan mendasari seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu adanya kesatuan didalam keaneka ragaman yang ada. Jadi, Pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Menurut Drijarkara (dalam Siregar, 2014)  Pancasila adalah inheren (melekat) kepada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan  yang terntu pada kongretnya. Sebab itu dengan memandang kodrat manusia “qua valis’ (sebagai manusia), kita juga akan sampai ke Pancasila.
Hal ini digambarkan melalui sila-sila dalam Pancasila. Notonagoro (dalam Siregar, 2014) menyebutkan “ kalau dilihat dari segi intisarinya, urut-urutan lima sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang lima sila dianggap maksud demikian, maka diantara lima sila ada hubungannya yang mengikat yang satu kpada yang lain, sehingga Pancasila merupakan satukesatuan yang bulat.
Adapun hubungannya dengan pendidikan bahwa bagi bangsa Indonesia keyakinan atau pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Karenanya system pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem pendidikan nasional dan sistem filsafat pendidikan  Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara Pancasila. Dengan kata lain sistem negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan nasional bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Makna filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan memiliki konsep bahwa dalam falsafah Pancasila pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya sendiri sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang dimilikinya. Peserta didik adalah pribadi yang mempunyai keinginan untuk menjadi sesuatu yang diinginkannya sendiri–sendiri. Lembaga pendidikan hanyalah sebuah dorongan yang memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya dalam bidang akademis maupun non akademis. Pancasila adalah dasar negara republik Indonesia. Pancasila merupakan suatu filsafat yang dipegang oleh bangsa indonesia. Maka dari itu, bangsa indonesia mengambil nilai–nilai pendidikan Pancasila sebagai pedoman hidup berdasarkan sila–sila dari Pancasila. Sistem pendidikan Pancasila merupakan suatu cara pembelajaran agar bangsa indonesia mampu melaksanakan tujuan hidupnya di alam semesta ini sesuai dengan tujuan yang terbilang dari ke-lima sila Pancasila tersebut.

Belajar dan Pembelajaran
            Belajar adalah sesuatu hal yang harus dilakukan semua manusia. Dalam hal ini, belajar adalah sebuah kebutuhan pokok. Sebuah kebutuhan yang akan menjadikan manusia lebih maju dan memudahkan mereka menjalani kehidupan. Menurut Slavin (dalam Mulyana 2015), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne (dalam Mulyana 2015), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Dengan demikian belajar dapat disimpulkan rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
            Adapun yang dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Mulyana (2015) dalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan.

Penerapan Teori Belajar
Teori merupakan serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Teori belajar dapat dikatakan merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada beberapa teori belajar diantaranya adalah teori behavioristik, teori kognitif, teori konstruktivistik, dan teori humanistik. 
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Masuk ke teori belajar ketiga yaitu teori konstruktivistik. Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks (dalam Mulyana 2015) mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya.
Penerapan teori konstruktivistik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih bebas. (2) Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide  atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan (3) Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan  tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi (4) Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya  merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia. Dalam praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.

Hubungan Filsafat Pancasila dengan Belajar Mengajar
Dalam Filsafat Pancasila terdapat banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia. Filsafat yang terkandung didalam pancasila harus disoroti dari titik tolak pandangan yang holistic mengenai kenyataan  kehidupan bangsa yang beranekaragam. Ini menekankan pada semangat Bhineka Tunggal Ika, semangat ini diharapkan mendasari seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu adanya kesatuan didalam keaneka ragaman yang ada.
Makna filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan memiliki konsep bahwa dalam kependidikan bahwa dalam falsafah Pancasila pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya sendiri sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang dimilikinya. Peserta didik adalah pribadi yang mempunyai keinginan untuk menjadi sesuatu yang diinginkannya sendiri–sendiri. Lembaga pendidikan hanyalah sebuah dorongan yang memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya dalam bidang akademis maupun non akademis. Pancasila adalah dasar negara republik Indonesia.
Pancasila merupakan suatu filsafat yang dipegang oleh bangsa indonesia. Maka dari itu, bangsa indonesia mengambil nilai–nilai pendidikan Pancasila sebagai pedoman hidup berdasarkan sila–sila dari Pancasila. Sistem pendidikan Pancasila merupakan suatu cara pembelajaran agar bangsa indonesia mampu melaksanakan tujuan hidupnya di alam semesta ini sesuai dengan tujuan yang terbilang dari ke-lima sila Pancasila tersebut.
Menurut Gredler Margareth Bell (dalam Tsaaqib 2014) mengatakan bahwa teori pendidikan  dapat  dibagi beberapa aliran yaitu : (1) Teori behavioristik yang menekankan pada hasil daripada proses, (2) Teori Kognitif yang menekankan pada proses, (3) Teori Humanistik menekankan pada isi atau apa yang dipelajari, (4) Teori Sibernetik yang menekankan pada sistem informasi yang dipelajari.
Kemudian perkembangan yang terbaru yaitu Teori konstruktivis yang dilandasi dari filsafat Konstruktivisme, teori ini lebih menekankan bahwa anak didik di arahkan untuk belajar secara mandiri dan para pendidik sebagai fasilitator dalam memudahkan proses belajar hal ini dilandasi bahwa individu mengalami perkembangan pikiran secara alami sampai dewasa.
Teori-teori diatas mendasari sistem pendidikan di Indonesia. Dalam konteks filsafat pendidikan maka aktivitas pemikiran yang teratur yang menjadikan filsafat Pancasila tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan, artinya bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai yang diupayakan untuk mencapainya, filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral.
Dasar epistemologis Pancasila sebagai sistem filsafat adalah Pancasila merupakan sumber pengetahuan, sistem pengetahuan, dasar kebenaran pengetahuan, dan cara mendapatkan pengetahuan. Unsur-unsur tersebut amat berguna untuk memperkokoh landasan pendidikan. Hal tersebut bisa dikaitkan dengan pendidikan sebagai sebuah studi yang lebih berorientasi pada penelitian (inquiry oriented) dan pendidikan sebagai sebuah praktik. Filsafat Pancasila akan berguna untuk menunjang kedua ranah pendidikan tersebut. Dasar epistemologis Pancasila sebagai sitem filsafat adalah Pancasila sebagai hakikat nilai, sumber nilai, dan struktur nilai. Sebagai dasar filsafat negara, penjabarannya diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan dan aspek normatif lainnya. Aplikasinya dalam berbagai bidang dan berbagai kebijaksanaan dalam setiap program, termasuk bidang pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah jiwa, roh, kepribadian sistem kependidikan nasional, karena sistem pendidikan nasional dijiwai dan didasari identitas Pancasila. Filsafat menjadikan manusia berkembang, mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh secara sistematis, yang semacam ini telah dituangkan dalam sistem pendidikan, agar dapat terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pemikiran ini dituangkan di dalam kurikulum, sehingga sistem pengajarannya dapat terarah dan mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran.
Menurut Aristoteles, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara (Rapar dalam Tsaaqib, 2014). Demikian juga dengan Indonesia. Pendidikan selain sebagai sarana tranfer ilmu pengetahuan, sosial budaya juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya. Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa yang dianutnya. Pancasila adalah dasar dan idiologi bangsa Indonesia yang mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Peran filsafat Pancasila terhadap teori-teori pendidkan antara lain: (1) dapat memberikan arahan pada pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan/pedagogik. Suatu praktek pendidikan yang didasarkan pada filsafat Pancasila akan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. (2) Filsafat Pancasila merupakan suatu pendekatan dalam memecahkan probleatika pendidikan menyusul teori-teori pendidikan yang tidak dapat dipecahkan dengan metode ilmiah (3) Dapat memberikan arahan akan relevansinya dengan dunia nyata. Artinya mengarahkan teori-teori pendidikan tersebut dapat diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai kebutuhan hidup yang berkembang dalam masyarakat.
Filsafat pendidikan Pancasila mendasari  ilmu pengetahuan kontektual milik budaya bangsa Indonesia yang nilai-nilainya berbeda dengan bangsa lain.  Ilmu pengetahuan kontekstual yang dimaksud adalah  ilmu pengetahuan milik budaya bangsa Indonesia yang nilai-nilainya berbeda dengan bangsa lain.

Kesimpulan
Firasat hidup bangsa Indonesia, yaitu Filsafat Pancasila. Didalamya terdapat banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia. Filsafat pendidikan adalah jiwa, roh, kepribadian sistem kependidikan nasional, karena sistem pendidikan nasional dijiwai dan didasari identitas Pancasila. Filsafat menjadikan manusia berkembang, mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh secara sistematis, yang telah dituangkan dalam sistem pendidikan, agar dapat terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sehingga dalam kegiatan belajar pembelajaran, filsafat pancasila dapat dikatakan menjadi roh dalam perencanaan, pelaksaan serta evaluasi dalam kegiatan belajar di sekolah.

Saran
Kualitas pendidikan di Indonesia khususnya dalam kegiatan belajar mengajar perlu ditingkatkan. Pancasila menjadi dasar dan acuan perkembangan pendidikan di Indonesia. Semua peningkatan yang akan dilaksanakan untuk memajukan pendidikan di Indonesia haruslah berlandaskan filsafat pancasila.

Daftar Rujukan
Mulyana, Aina. 2015. Teori Belajar dan pembelajaran. (Online), (http://ainamulyana.blogspot.co.id/2015/11/teori-belajar-dan-pembeajaran.html), diakses 30 April 2016

Siregar, Farenty. 2014. Penerapan Filsafat Pendidikan Pancasila. (Online), (http://farentysiregar.blogspot.co.id/2014/03/penerapan-filsafat-pendidikan-pancasila.html), diakses 30 April 2016
Tahitona, Jessie. 2015. Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli. (Online), (http://filsafatdankomunikasi.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-filsafat-menurut-para-ahli.html), diakses 30 April 2016
Tsaaqib, Jiyad. 2014. Filsafat Pancasila. (Online), (http://reckyaprialmi.blogspot.co.id/2014/12/filsafat-pancasila.html), diakses 30 April 2016

No comments:

Post a Comment