ABSTRAK: Pendidikan merupakan suatu kebutuhan
bagi semua orang, terutama bagi anak. Pendidikan tidak hanya berlangsung
disekolah saja, namun juga dikeluarga dan masyarakat. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan
yang pertama dan utama. Sebagian besar kehidupan seorang anak dihabiskan
didalam keluarga. Karakter anak juga bisa terbentuk dengan baik apabila
orangtua dapat mendidik anaknya secara optimal. Bisa dipastikan bahwa keluarga
memiliki pengaruh yang besar terhadap pendidikan seorang anak.
Kata Kunci : Keluarga,
pendidikan, anak
Dewasa
ini, tidak sedikit anak-anak maupun remaja yang telah mengalami degradasi dalam
hal nilai moral pendidikan. Banyak fenomena-fenomena kecil maupun besar yang
terjadi akhir-akhir ini seperti tawuran antar pelajar, konsumsi narkoba,
pelecehan seksual, pemerkosaan, sering bolos sekolah, membentuk geng-geng
pelajar dan sebagainya. Fenomena-fenomena seperti itulah yang saat ini menjadi
PR bagi pemerintah, lembaga pendidikan serta guru untuk secepatnya dapat
mengatasi masalah tersebut.
Sebenarnya
tidak hanya lingkungan pendidikan formal (sekolah dan guru) saja yang memikul
beban tersebut, namun lingkungan pendidikan informal (keluarga) juga harus ikut
berperan dalam mendidik anaknya, selain tentunya juga lingkungan masyarakat.
Kerjasama yang baik dari sekolah, keluarga dan masyarakat tentunya dibutuhkan
untuk mengubah para pelajar atau anak-anak agar memiliki nilai moral yang baik
dan berpendidikan.
Berbicara
mengenai keluarga, memang tidak bisa dipungkiri bahwa lingkungan keluarga
menjadi titik vital dalam perjalanan pendidikan seorang anak. Lingkungan
keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena seorang anak
mendapatkan pendidikan dan bimbingan pertama kali itu adalah didalam keluarga.
Dan dikatakan lagi bahwa keluarga adalah lingkungan yang terutama karena
sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga. Keluargalah yang
mengenalkan kehidupan ini kepada seorang anak. Sehingga sudah sepatutnya bahwa
keluarga juga harus bertanggung jawab dalam pendidikan anak tersebut.
Pengertian keluarga
Keluarga
berasal dari bahasa sansekerta yaitu “kulawarga” ; “ras” dan “warga” yang
berarti “anggota” ; adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih
memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah
individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban,
tanggung jawab diantara individu tersebut. Menurut M.Zainuddin (2014), keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Celis dalam Oka Widiawan (2010) di
dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dihidupnya dalam satu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Menurut Salvicion dan Ara
Celis dalam Oka Widiawan (2010) : Keluarga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu
sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar
pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan
situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola
perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat
dalam keluarga adalah sebagai berikut ayah sebagai suami dari istri
dananak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi
rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompoksosialnya
serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya. Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dar peranan sosialnya
serta sebagai anggota masyarakatdari lingkungannya, disamping itu juga ibu
dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
Ada beberapa macam fungsi keluarga, salah satunya adalah
fungsi pendidikan yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan membentuk anak sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan yang akan datang dan
mempersiapkan anak untuk memenuhi perannya sebagai orang dewasa, serta mendidik
anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Hakikat pendidikan
Pendidikan
merupakan sebuah kata yang tidak asing lagi di dunia ini, karena pendidikan
merupakan elemen atau kegiatan yang penting yang dilakukan hampir seluruh
lapisan masyarakat. Pengertian Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi
pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak
selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
Ada beberapa pendapat menurut para ahli dalam Muhammad Risal (2012), mengenai
pendidikan ini yaitu menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi)
dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang
secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari
manusia.
John Dewey, mengemukakan bahwa pendidikan
adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi
di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin
pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan
kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari
orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
Hal senada juga dikemukakan oleh Edgar Dalle bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan
oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah
sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan
peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan
datang.
Thompson mengungkapkan bahwa Pendidikan
adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya. Ditegaskan
oleh M.J. Longeveled bahwa
Pendidikan merupakan usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu
anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang
hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah) mengatakan bahwa
: “Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan
menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih
kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal
dan rohani.” Plato (filosof Yunani yang hidup dari
tahun 429 SM-346 M) menjelaskan bahwa Pendidikan itu ialah membantu perkembangan
masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan
tercapainya kesemurnaan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan mengenai pendidikan, bahwa
pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain,
atau dengan kata lain pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia.
Karakter anak
Membentuk karakter, merupakan proses
yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan
begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Untuk
itu, ia melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga,
sekolah, dan komunitas.
Dalam pembentukan karakter,
ada tiga hal antara lain: Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti
tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.
Kedua, mempunyai kecintaan terhadap
kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau
semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau berbohong. `’Karena
tahu berbohong itu buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai
kebajikan,'’
Ketiga, anak mampu melakukan
kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Tuhan dan alam semesta beserta isinya;
tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; kejujuran; hormat dan santun;
kasi sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya diri, kreatif, kerja keras,
dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati;
toleransi, cinta damai, dan persatuan. Karakter baik ini harus dipelihara.
Anak tak hanya merekam materi yang
masuk. Tapi juga yang lebih dipercaya, yang lebih menyenangkan, dan yang
berlangsung terus-menerus. Saat anak sudah memasuki dunia sekolah, anak
biasanya lebih percaya pada guru.
Dalam
berkomunikasi, orang tua hendaknya menjadi pendengar yang baik, tidak menyela
pembicaraan, mengganti pernyataan dengan pertanyaan, berempati terhadap anak
dan masalahnya, tidak berkomentar sebelum diminta. Kalaupun berkomentar.
Ada
enam fase kritis, yang dilalui anak hingga menjadi dewasa. Orang tua dan guru
hendaknya memahaminya sebagai suatu yang normal. untuk menandai dan menyikapi
fase-fase pertumbuhan anaknya mulai dari balita, usia TK, usia SD, usia SMP,
usia SMA, hingga usia kuliah.
Pada anak
usia balita memiliki ciri-ciri seperti merasa selalu benar, memaksakan kehendak, tidak mau berbagi.
Peran orang tua yang harus dilakukan adalah memberikan kesempatan anak beberapa
detik untuk berkuasa, memberikan kesempatan beberapa detik untuk memiliki
secara penuh, memperkenalkan pada arti boleh dan tidak boleh dengan menggunakan
ekspresi wajah, konsisten dan jangan menggunakan kekerasan baik suara maupun
fisik.
Pada anak
usia TK memiliki ciri-ciri seperti konflik adaptatif, imitatif, berbagi, dan mau mengalah.
Ketiga sifat terakhir ini karena anak ingin diterima dalam kelompok. Orang tua
harus berperan sesuai dengan karakter anak TK tersebut seperti memberi
kesempatan untuk memerhatikan, mencoba, dan bekerja sama, memperhatikan dan
luruskan perilaku imitatif yang cenderung negative, mendukung anak untuk bisa
berbagi dan mengalah.
Anak usia
SD masuk ke dalam masa operasional konkret, dimana anak tersebut masih berpikir
secara konkret, bukan abstrak. Ciri-cirinya adalah anak ingin mendapat pengakuan diri. Karena
itu, ciri-ciri utamanya punya pendapat berbeda, penampilan berbeda, gaya bicara
berbeda, dan hobinya pun berbeda.
Peran orang tua adalah dengan menghargai
pendapatnya dan jangan menyalahkan, ajaklah dialog logika dan pengalaman, pujilah
hal-hal yang baik dari penampilannya, bantulah dengan kalimat positif untuk
bisa tampil lebih baik lagi, jangan langsung menyela gaya bicaranya, bangun
ketertarikan dan bantulah dia untuk bisa lebih punya gaya bicara yang menarik.
Anak usia
SMP memiliki ciri-ciri anak
memasuki persaingan. Karena itu anak mengalami konflik antarpersonal, konflik
antarkelompok, dan konflik sosial.
Peran orang tua yang sebaiknya
dilakukan adalah meningkatkan proses kedekatan dengan anak melalui dialog dan
berbagai cara, menjadi pendengar yang baik dan bukan menjadi hakim, jangan
pernah menyela pembicaraan dan cerianya, jangan beri komentar atau nasihat
sebelum tiba waktunya.
Pentingnya pendidikan dalam
keluarga
Kepedulian
tentang perkembangan manusia didalam kehidupan keluarga Indonesia, dengan
konsep yang bersifat komprehensif telah dimulai beberapa decade yang lalu,
melalui berbagai usaha peningkatan pengetahuan, kesadaran, ketrampilan, dan
sikap anggota keluarga secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan semua
aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Perkembangan
manusia dalam interaksi dengan lingkungan keluarga melalui berbagai media dan
sarana fisik nonfisik menuntut suatu konsep yang strategis oleh karena manusia
merupakan sumber daya yang paling esensial bagi pembangunan bangsa. Menurut
Conny R. Semiawan (2009), pembangunan bangsa itu seyogyanya bersumber dari dan
dimulai dari rumah, didalam kehidupan keluarga, karena dirumahlah seyogyanya
secara timbal balik ditumbuhkan kepedulian, kesadaran, dan pengertian dasar
tentang totalitas lingkungan.
Atas
dasar tersebut, maka amatlah penting bahwa pendidikan dan interaksi dalam keluarga
menjadi salah satu kepedulian dalam pembangunan bangsa. Berbagai upaya kearah
itu tidak dapat dilihat terlepas dari situasi dan kondisi politik, sosial dan
budaya yang berkembang dengan perubahan masyarakat kita. Namun, dengan menuntut
pemahaman terhadap pertumbuhan anak manusia dengan berbagai kebutuhannya.
Manusia belajar, tumbuh dan berkembang dari pengalaman yang diperolehnya
melalui kehidupan keluarga, untuk sampai pada penemuan bagaimana ia menempatkan
dirinya kedalam keseluruhan kehidupan tempat ia berada.
Pendidikan
dalam keluarga adalah tanggungjawab orang tua, dengan peran Ibu lebih banyak.
Karena Ayah biasanya pergi bekerja dan kurang ada di rumah, maka hubungan Ibu
dan anak lebih menonjol. Meskipun peran Ayah juga amat penting, terutama
sebagai tauladan dan pemberi pedoman. Kalau anak sudah mendekat dewasa peran
Ayah sebagai penasehat juga penting, karena dapat memberikan aspek berbeda dari
yang diberikan Ibu. Oleh karena hubungan Ayah dan anak terbatas waktunya,
terutama di hari kerja, maka Ayah harus mengusahakan agar pada hari libur
memberikan waktu lebih banyak untuk bersama dengan anak.
Jika
penghasilan keluarga tergantung pada penghasilan Ayah yang kurang memadai untuk
kehidupan keluarga dapat menimbulkan persoalan pendidikan yang tidak sedikit.
Ada pendapat berbeda tentang pendidikan dalam keluarga, yaitu tentang pemberian
kebebasan kepada anak. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya sejak permulaan
diberikan kebebasan maksimal kepada anak. Dalam hal ini faktor pendidikan
kepada anak sudah berakhir sebelum anak itu dewasa. Dalam kenyataan terbukti
bahwa keluarga yang menerapkan pendidikan keluarga dapat menghasilkan
pribadi-pribadi anak yang menjadi baik. Pendidikan dalam keluarga dapat
memberikan pengaruh besar terhadap karakter anak. Sebab itu kunci utama untuk
menjadikan pribadi anak menjadi baik yang terutama terletak dalam pendidikan
dalam keluarga.
Karakter
yang ditumbuhkan adalah faktor yang amat penting dalam kepribadian anak, karena
banyak mempengaruhi prestasi dalam berbagai bidang. Ilmu pengetahuan dan
kemampuan teknik adalah penting untuk pencapaian keberhasilan, tetapi tidak
akan mampu mencapai hasil maksimal kalau tidak disertai karakter. Hal itu
terutama karena pada waktu ini faktor karakter kurang menjadi perhatian dalam
penyelenggaraan pendidikan. Ini semua harus menjadi salah satu hasil penting
usaha pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga, pendidikan sekolah maupun
pendidikan dalam masyarakat. Akan tetapi karena pendidikan pada anak paling
dulu dilmulai dalam pendidikan dalam keluarga, maka pendidikan dalam keluarga
yang seharusnya memberikan dasar yang kemudian diperkuat dan dilengkapi dalam
pendidikan sekolah dan pendidikan dalam masyarakat.
Akhirnya
memang tergantung pada para orang tua sendiri apakah pedoman itu dilaksanakan
atau tidak. Akan tetapi karena secara alamiah orang tua ingin anaknya menjadi
baik dan sukses, maka banyak kemungkinan orang tua akan berusaha menerapkan
pedoman itu dalam hidup mereka.
Jadi,
belajar yang terjadi dalam interaksi dengan keluarga itu adalah penyesuaian
diri pada lingkungan, dalam hal ini terutama lingkungan keluarga, dan adaptasi
pada situasi baru dengan kemungkinan memodifikasinya. Pada manusia yang belajar
ia menimbulkan tingkah laku baru, yang mungkin juga bisa menjadikan lingkungan
berubah.
Interaksi
dan komunikasi dengan lingkungan keluarga inilah pada hakikatnya yang ikut
menentukan arah dari perkembangan anak, yaitu peluang keserasian belajar pada
setiap masa peka. Umpamanya pada bayi umur 0-2 tahun: kepekaan utama terletak
dalam latihan alat indra, motoric, dan perluasan perkembangan bahasanya. Setiap
pengalaman langsung dihayatinya sebagai pengalaman yang amat mendalam (peak experience), dan sangat berpengaruh
terhadap kesan dan sikap kehidupan anak kelak (terutama pada umur 3-5 tahun),
yaitu suatu penyesuaian diri yang bersikap aktif dan selektif.
Lingkungan keluarga dan motivasi belajar
Lingkungan
keluarga merupakan media pertama dan utama yang berpengaruh terhadap perilaku
dalam perkembangan anak. Tujuan pendidikan secara universal adalah agar anak
menjadi mandiri, bukan hanya dapat mencari nafkahnya sendiri,tapi juga bisa
mengarahkan dirinya pada keputusannya sendiri untuk mengembangkan semua
kemampuan fisik, mental, sosial dan emosional yang dimilikinya, sehingga dapat
mengembangkan suatu kehidupan yang sehat dan produkif.
Motivasi
belajar adalah sesuatu yang diperoleh dan dibentuk oleh lingkungan, serta
merupakan landasan yang mendorong anak untuk tumbuh, berkembang, dan maju dalam
mencapai sesuatu yang diinginkan. Fungsi – fungsi dasar seperti kehidupan nalar
(rasio), kehidupan perasaan, keterampilan psikomotorik maupun intuisinya, yaitu
suatu kondisi kesadaran yang dilandasi ketidaksadarannya.
Penyatuan
fungsi- fungsi tersebut akan menumbuhkan kemampuan kreatif anak untuk menempuh
hidup dengan kemampuan motivasi yang terarah. Untuk itu dalam lingkungan rumah
harus diciptakan kondisi yang kondusif bagi anak, yaitu suasana yang demokratis
yang terbuka, saling menyayangi, dan saling memercayai. Komunikasi dua arah
antara orang tua dan anak sangat penting dibangun bagi perkembangan anak.
Dengan landasan inilah anak akan berkembang menjadi pribadi yang harmonis,
yaitu anak lebih peka terhadap kebutuhan dan tuntutan lingkungan, dan lebih
sadar akan tujuan hidupnya, sehingga menjadi lebih termotivasi dan lebih yakin
dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Lingkungan
sekolah, terutama lingkungan rumah dan keluarga sebaiknya memiliki kepekaan
terhadap berbagai kebutuhan dan kekuatan yang sifatnya eksternal maupun
internal yang tidak membatasi dan berbagai kemungkinan subjek didik untuk
berkembang. Oleh karena itu lingkungan rumah dan keluarga sebaiknya menghayati
apa yang dialami oleh subjek didik dan dapat “membaca” pikiran, perasaan, dan
kebutuhannya.
Sarana
belajar juga dianggap sebagai salah satu prasyarat motivasi belajar, meskipun
bukan menjadi suatu ukuran mutlak untuk perwujudan peningkatan motivasi
belajar. Tentu saja, sarana fisik dapat berguna bagi peningkatan motivasi
belajar, apabila dimanfaatkan secara efektif. Suatu lingkungan keluarga baru
dapat dikatakan berusaha memenuhi tuntutan motivasi belajar, apabila keluarga
tersebut dapat mengadakan lingkungan yang kaya stimulasi mental dan
intelektual, dengan mengusahakan suatu suasana dan sarana belajar yang
memberikan kesempatan kepada anak secara spontan dapat menyatakan dan
memerhatikan diri terhadap berbagai kejadian di dalam lingkungannya.
Tipe pola asuh orangtua dan dampaknya bagi
pendidikan
Orang
tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh
anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping
itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara,
membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Menurut Tarmuji dalam Ahmiranil
Khaerat (2012), Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada
anaknyayang berbeda-beda, karena orangtua mempunyai pola pengasuhan tertentu.
Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi yaitu Directive behavior dan Supportive Behavior. Directive Behavior melibatkan komunikasi searah dimana orangtua menguraikan peran anak dan memberithau anak apa yang mereka lakukan dimana, kapan, dan bagaimana melakukan suatu tugas. Menurut Shochib dalam Ahmiranil Khaerat (2012), Supportive Behavior melibatkan komunikasi dua arah dimana orang tua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku anak.
Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi yaitu Directive behavior dan Supportive Behavior. Directive Behavior melibatkan komunikasi searah dimana orangtua menguraikan peran anak dan memberithau anak apa yang mereka lakukan dimana, kapan, dan bagaimana melakukan suatu tugas. Menurut Shochib dalam Ahmiranil Khaerat (2012), Supportive Behavior melibatkan komunikasi dua arah dimana orang tua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku anak.
Pendidikan
dalam keluarga perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dengan mengetahui dan
mencari pola asuh yang tepat bagi anak-anaknya, antara lain :
a.
Pola Asuh Otoritative (Otoriter)
Pola
asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, dictator, dan memaksa anak untuk
patuh terhadap aturan-aturan yang diberikan oleh orangtua tanpa merasa perlu
menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan dibalik aturan tersebut, serta
cenderung mengekang keinginan anaknya. Ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah
anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah,
orang tua cenderung mencari keslahan-kesalahn anak dan kemudian menghukumnya,
orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak, jika terdapat
perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang,
orang tua cenderung memaksakan disiplin. orang tua cenderung memaksakan segala
sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana, tidak ada komunikasi
antara orang tua dan anak.
Pola
asuh seperti itu tentunya memiliki dampak bagi pendidikan anak khususnya dalam
belajar. Beberapa dampak tersebut adalah anak menjadi tidak percaya diri,
kurang spontan, ragu-ragu dan pasif, serta memiliki masalah konsentrasi dalam
belajar, anak menjalankan tugas-tugasnya hanya karena takut hukuman, disekolah,
memiliki kecenderunagn berperilaku anti social, agresif , impulsive dan
perilaku mal adatif lainnya, anak perempuan cenderung menjadi dependen, anak
merasa tidak bahagia, tidak terlatih untuk beriinisiatif, selalu tegang,
cenderung ragu, anak tidak mampu menyelesaikan permasalahan atau problem
solving-nya kurang.
b.
Pola asuh autoritatif (demokratis)
Pola
asuh demokratis adalah pola asuh yang bercirikan adanya hak dan kewajiban
orangtua dan anak adalah sama dalam artian saling melengkapi, anak dilatih
untuk bertanggung jawab dan menentukan perialakunya sendiri agar dapat
berdisiplin. Menurut shochib (dalam Ahmiranil Khaerat,2012)
orangtua yang menerapkan pola suh demokratis banyak memberikan kesempatan
kepada anak untuk membuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih
baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan
tersendiri dalam hokum untuk menegembangkan kedisiplinan. Pola asuh demokratis
dihubungkan dengan tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional
positif, social, dan pengembangan kognitif.
Ciri-ciri
dari pola asuh demokratis diantaranya adalah menentukan peraturan dan disiplin
dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alas an-alasan yang diterima,
memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang
tidak baik agar ditinggalkan, memberikan bimbingan dengan penuh perhatian,
dapat menciptakan keharmonisan keluarga, dapat menciptakan suasana komunikatif
antar orangtua dan anak serta sesama keluarga.
Pola
asuh demokratis juga memiliki dampak bagi pendidikan si anak, diantaranya
adalah anak lebih mandiri,tegas terhadap diri sendri dan memiliki kemampuan
introspeksi serta pengendalian diri, mudah bekerjasama dengan oranglain dan
kooperatif terhadap aturan, lebih percaya diri akan kemampuannya menyelesaikan
tuga-tugas, merasa aman dan menyukai serta semangat dalam tugas-tigas belajar,
memiliki keterampilan social yang baik dan terampil menyelesaikan permasalahan,
tampak lebih kreatif dan memiliki motivasi berprestasi.
c.
Pola Asuh permissive (Pemanjaan)
Segala
sesuatu terpusat pada kepentingan anak, dan orangtua/prngasuh tidak berani
menegur, takut anak menangis dan khawatir anak kecewa. Terkadang orang tua
melakukan segala hal yang diinginkan oleh anaknya tanpa memikirkan dampak yang
akan terjadi terhadap anak tersebut. Ciri-ciri pola asuh permissive (pemanjaan)
adalah adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan
keinginannya, anak terkadang egois.
Pola
asuh yang lebih terkesan memanjakan si anak ini tentunya juga memiliki efek
bagi pendidikan atau belajar anak yaitu anak menjadi tanpak responsive dalalm
belajar, namun kurang matang (manja), impulsive dan mementingkan diri sendri,
kurang percaya diri (cengeng) dan mudah menyerah dalam menghadapi hambatan atau
kesuliatan dalam tugas-tugasnya, tidak jarang perilakunya disekolah menjadi
agresif.
d.
Pola Asuh Indulgent (penelantaran)
Pola
asuh seperti ini sendiri menelantarkan anak secara psikis, kuarang
memperhatikan perkembangan si anak, anak dibiarkan berkembang sendiri tanpa
megawasi perkembangan anak, orangtua lebih memprioritaskan kepentingannya
sendiri karena kesibukan. Kata laissez faire berasal dari Bahasa Perancis yang
berarti membiarkan (leave alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire
adalah suatu sistem dimana si pendidik menganut kebijaksanaan non interference
(tidak ikut campur).
Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai mahluk hidup berpribadi bebas, anak adalah subjek yang dapat bertindak dan berbuat sesuai dari hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa yang diinginkannya . kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh-tak acuh terhadap anaknya.
Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai mahluk hidup berpribadi bebas, anak adalah subjek yang dapat bertindak dan berbuat sesuai dari hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa yang diinginkannya . kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh-tak acuh terhadap anaknya.
Pola
asuh yang seperti ini tentunya akan menimbulkan karakter yang kurang baik pada
anak. Anak akan bersifat nakal, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan,
acuh tak acuh atau cuek terhadap segala hal yang menyangkut tentang dirinya.
Dengan kondisi dan situasi seperti itu tentunya juga akan berdampak bagi
pendidikan atau perilaku belajar anak. Anak dengan pola asuh ini paling
potensial terlibat dalam kenakalan remaja seperti penggunaan narkoba, merokok
diusia dini dan tindak kriminal lainnya, memiliki sikap impulsive dan agresif
serta kurang mampu berkonsentrasi pada suatu aktivitas atau kegiatan, serta
anak memiliki daya tahan terhadap frustrasi dan stres yang cukup rendah.
Peran orangtua dalam Pendidikan Anak
Peran
keluarga terhadap pendidikan mungkin tidak terlalu signifikan bagi sebagian
anak, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa
berat peran yang disandang keluarga. Betapa tidak banyak anak yang mengalami
tindakan penyimpangan akibat tidak adanya penaungan, bimbingan, dan himbauan
dari keluarganya. Didalam keluarga tercermin jalinan kasih cinta dalam ikatan
emosional, darah dan kekerabatn yang sangat mendominasi.
Keluarga
bisa diibaratkan seperti percetakan, akan menjadi apa hasil cetak tersebut
sesuai dengan percetakannya, begitu pula dengan keluarga akan menjadi apa
seorang anak kelak sesuai dari hasil asuhan keluarganya. Sebagian orang secara
tidak sadar mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalah sekunder, alias
hanya sebagai pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal telah didapatkan
dibangku sekolah. Logika ini tidak saja keliru secara etis, Tapi juga patut
dipertanyakan pula pandangan moralnya terhadap keluarga. Faktanya, keluarga
justru merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru
dilengkapi dengan nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku sekolah.
Peran orang tua dalam menyukseskan pendidikan anaknya antara lain dengan tidak melakukan tindakan pengekang terhadap anaknya. Hal ini dikarenakan anak kita bukanlah kita akan tetapi anak telah memiliki dunianya sendiri. Orangtua hanya perlu melakukan pengarahan dan pengawasan terhadap anak.
Pada fase remaja, anak akan membutuhkan pengarahan dan pertimbangan dari kedua orangtuanya untuk masalah kelanjutan pendidikannya. Disinilah orangtua perlu berperan dalam pemilihan tempat pendidikan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kepribadian anaknya tanpa perlu pemaksaan kehendak kepada anak. Dari beberapa referensi yang kami dapatkan maka kami akan mengelompokkan beberapa fungsi atau implikasi keluarga/orangtua dalam mendukung pendidikan anak disekolah.
Keluarga memiliki fungsi dalam mendukung pendidikan seorang anak. Fungsi keluarga/orangtua dalam mengdukung pendidikan anak adalah (1) Orangtua dapat bekerjasama dengan pihak sekolah untuk membantu proses perkembangan anak, (2) Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orangtua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orangtua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya selama disekolah, (3) Orangtua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak, (4) Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya, (5) Orangtua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan diikuti oleh anak dan mendampingi selama menjalani proses belajar dilembaga pendidikan.
Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, orangtua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orangtua memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Peran orang tua dalam menyukseskan pendidikan anaknya antara lain dengan tidak melakukan tindakan pengekang terhadap anaknya. Hal ini dikarenakan anak kita bukanlah kita akan tetapi anak telah memiliki dunianya sendiri. Orangtua hanya perlu melakukan pengarahan dan pengawasan terhadap anak.
Pada fase remaja, anak akan membutuhkan pengarahan dan pertimbangan dari kedua orangtuanya untuk masalah kelanjutan pendidikannya. Disinilah orangtua perlu berperan dalam pemilihan tempat pendidikan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kepribadian anaknya tanpa perlu pemaksaan kehendak kepada anak. Dari beberapa referensi yang kami dapatkan maka kami akan mengelompokkan beberapa fungsi atau implikasi keluarga/orangtua dalam mendukung pendidikan anak disekolah.
Keluarga memiliki fungsi dalam mendukung pendidikan seorang anak. Fungsi keluarga/orangtua dalam mengdukung pendidikan anak adalah (1) Orangtua dapat bekerjasama dengan pihak sekolah untuk membantu proses perkembangan anak, (2) Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orangtua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orangtua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya selama disekolah, (3) Orangtua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak, (4) Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya, (5) Orangtua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan diikuti oleh anak dan mendampingi selama menjalani proses belajar dilembaga pendidikan.
Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, orangtua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orangtua memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dirumah
atau didalam keluarga, anak berinteraksi dengan orang tua (pembantu orang tua)
dan segenap anggota keluarga lainnya. Ia memperoleh pendidikan informal, berupa
pembentukan pembiasaan-pembiasaan (habit formations), seperti cara makan,
tidur, bangun pagi, gosok gigi, mandi, berpakaian, tatakrama, sopansantun,
religi, dan lain sebagainya. Pendidikan informal dalam keluarga akan banyak
membantu dalam meletakkan dasar pembentukan kepribadian anak. misalnya sikap
religious, displin, lembut atau kasar, rapi, rajin, penghemat atau pemboros,
dan sebagainya dapat tumbuh, bersemi, dan berkembang senada dan seirama dengan
kebiasaannya dirumah.
Kesimpulan
Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan. Keluarga berperan penting dalam perkembangan
pendidikan seorang anak. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan
yang pertama, karena seorang anak mendapatkan pendidikan dan bimbingan pertama
kali itu adalah didalam keluarga. Lingkungan keluarga juga adalah lingkungan
yang terutama karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga.
Karakter
yang berbeda-beda pada setiap anak membutuhkan perhatian dan bimbingan dari
orangtuanya atau keluarganya. Keluarga yang memberikan cukup perhatian pada
anaknya, khususnya pada dunia pendidikan tentunya akan menimbulkan motivasi
belajar yang tingg pada diri anak. Pola pengasuhan yang tepat juga berpengaruh
pada sikap anak terutama dalam belajar. Macam-macam pola pengasuhan anak adalah
otoriter, demokratis, pemanjaan dan penelantaran. Masing-masing dari pola
tersebut memiliki dampak terhadap perilaku belajar anak.
Saran
Keluarga
terutama orangtua sebaiknya dapat menerapkan pola pengasuhan yang baik bagi
anak-anaknya, karena itu akan berdampak pada pendidikan anak tersebut. Orangtua
harus dapat menciptakan suasana yang baik didalam rumah, khususnya untuk
belajar anak. Bimbingan dan pengarahan dari orangtua harus selalu dilakukan
agar anak dapat memperoleh pendidikan secara optimal di lingkungan keluarga.
Daftar Rujukan
Khaerat, Ahmiranil.
2012. Pola Asuh Orangtua dan Implikasinya
terhadap Pendidikan, (Online), (http://ratuwithlovelygirl.blogspot.com/2012/03/pola-asuh-orangtua-dan-implikasinya.html),
diakses tanggal 18 Maret 2015
Risal, Muhammad. 2012. Pengertian Pendidikan, (Online), (http://www.artikelbagus.com/2012/11/pengertian-pendidikan.html#), diakses tanggal 18 Maret 2015
Semiawan, Conny R. 2009. Penerapan Pembelajaran pada Anak.
Jakarta : Indeks
No comments:
Post a Comment