2.1
Hakikat Pemerolehan Bahasa
Pengertian
Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan
bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan
tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika
dikaitkan dengan hal itu, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah
proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun
pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan
dkk,1998)
Ada
juga pendapat Kiparsky dalamTarigan (1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa
adalah suatu proses yang digunakan oeh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian
hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang
paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan.
Kemerdekaan
bahasa ditunjukkan mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai
menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk
mencapai tujuan sosial mereka. Pengertian lain mengatakan bahwa pemerolehan
bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi
kognitif pra-linguistik (McGraw, 1987 ; 570).
Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa dalam pemerolehan bahasa :
a) Berlangsung dalam situasi informal,
anak-anak belajar tanpa beban dan berlangsung di luar sekolah (lingkungan
tempat tinggalnya).
b) Pemilikan bahasa tidak melalui
pembelajaran formal di lembaga- lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.
c) Dilakukan tanpa sadar atau secara
spontan.
d) Dialami langsung oleh anak dan
terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak.
2.2 Teori
Pemerolehan Bahasa Anak
a. Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung
dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respon).Perilaku bahasa
yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini
akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Sebagai contoh, seorang anak mengucap
“bilangkali” untuk “barangkali” pasti anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa
saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan
barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapat kritikan karena pengucapannya
sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat
terhadap rangsangan dan merupakan hal pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
b. Teori Nativisme Chomsky
Teori ini merupakan penganut
nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikusai oleh manusia, binatang tidak
mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada
beberapa asumsi.
Pertama,
perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki
pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal),dan lingkungan
memiliki peran kecil dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat
dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga,lingkungan bahasa anak tidak
dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari
orang dewasa. Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit
sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui“peniruan”.
c. Teori Kognitivisme
Munculnya teori ini dipelopori oleh
Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa itu salah satu di antara
beberapa kemampuan yang berasal darikematangan kognitif. Jadi, urutan-urutan
perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).
d. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil
interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Hal ini
dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard
Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan.
Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel,
dkk.2006:2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan, juga faktor
yang mempengaruhi kemampuan berbahasa si anak.
2. 3
Ragam Pemerolehan Bahasa Anak
Ragam atau
jenis pemerolehan bahasa dapat kita tinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu :
2.3.1 . Berdasarkan bentuk
Ditinjau
dari segi bentuk, ragam pemerolehan bahasa anak meliputi :
a. Pemerolehan bahasa pertama atau
first language acquisition
b. Pemerolehan
bahasa kedua atau second language acquisition
c.
Pemerolehan berulang-ulang (klein, 1986 ; 3)
2.3.2 Berdasarkan urutan
Ditinjau
dari segi urutan, ragam pemerolehan anak meliputi :
a. Pemerolehan
bahasa pertama atau first language acquisition
b. Pemerolehan
bahasa kedua atau secong language acquisition(Winitiz, 1981 ; Stevens, 1984)
2.3.3 Berdasarkan jumlah
Ditinjau
dari segi jumlah, ragam pemerolehan anak meliputi :
a.
Pemerolehan satu bahasa atau monolingual acquestion
b.
Pemerolehan dua bahasa atau bilingual acquestion ( Gracia, 1983)
2.3.4 Berdasarkan media
Ditinjau
dari segi media, ragam pemerolehan anak meliputi :
a.
Pemerolehan lisan atau oral language acquestion
b.
Pemerolehan bahasa tulis atau written language acquestion (Freedman, 1985)
2.3.5 Berdasarkan keaslian
Ditinjau
dari segi keaslian atau keasingan, ragam pemerolehan anak meliputi
a.
Pemerolehan bahasa asli atau native language acquestion
b.
Pemerolehan bahasa asing atau foreign language acquestion (Winitz, 1981)
2.4 Strategi Pemerolehan Bahasa Anak
Proses anak mulai
mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal itulah yang disebut
dengan pemerolehan bahasa anak. Jadi pemerolehan bahasa pertama terjadi bila
anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa.
Pada masa pemerolehan bahasa tersebut,bahasa anak lebih mengarah pada fungsi
komunikasi daripada bentuk atau struktur bahasanya. Anak akan mengucapkan kata
berikutnya untuk keperluan komunikasinya dengan orang tua atau kerabat
dekatnya. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4
strategi.
Strategi pertama adalah
meniru/imitasi. Berbagai penelitian menemukan berbagai jenis peniruan atau
imitasi, seperti:
·
Imitasi
spontan
·
Imitasi
perolehan
·
Imitasi
segera
·
Imitasi
lambat
·
Imitasi
perluasan
Strategi kedua dalam pemerolehan
bahasa adalah strategi produktivitas.Produktivitas berarti keefektifan dan
keefisienan dalam pemerolehan bahasamelalui sarana komunikasi linguistik dan
nonlinguistik (mimik, gerak, isyarat,suara dsb).
Strategi ketiga adalah strategi
umpan balik, yaitu umpan balik antara strategi produksi ujaran (ucapan) dengan responsi.
Strategi
keempat adalah apa yang disebut prinsip operasi. Dalam strategi ini anak
dikenalkan dengan pedoman, ”Gunakan beberapa prinsip operasi umum untuk
memikirkan serta menggunakan bahasa” (seperti kata: berajar menjadi belajar).
Pemerolehan
bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah
terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa
ibu).
Khusus bagi kondisi di Indonesia,
istilah bahasa pertama atau bahasa ibu, bahasa asli atau bahasa utama, berwujud
dalam bahasa daerah tertentu,sedangkan bahasa kedua berwujud dalam bahasa
Indonesia dan bahasa asing.Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda
dengan pengajaran bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di
negara tertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk
kepentingan politik, ekonomi dan pendidikan.
2.5 Pemerolehan Bahasa Pertama
Anak Usia SD
Proses anak mulai mengenal
dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan peme-rolehan bahasa anak.
Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa
kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak
lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada bentuk bahasanya. Pemerolehan
bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu
rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju
gabungan kata yang lebih rumit.
Ada dua pengertian mengenai
pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan mempunyai permulaan yang mendadak
tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang
muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama sangat
erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat
menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi,
tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai menguasai
bahasa anak yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh
‘kategori-kategori kognitif ‘ yang mendasari berbagai makna ekspresif
bahasa-bahasa ilmiah, seperti kata, ruang, modalitas, kasualitas, dan
sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih
banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua dari pada dalam pemerolehan
bahasa pertama.
Bahasa bersifat universal.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang gradual yang
muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan perkembangan sosial
anak dan karenanya juga erat hubungannya denganpembentukan identitas sosial.
Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak
menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Sejak dari bayi telah berinteraksi di
dalam lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali memberi kesempatan kepada
bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah bayi pertama
kali mengenal sosialisasi, bahwa dunia adalah tempat orang saling berbagi rasa.
Melalui bahasa khusus bahasa
pertama, seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. Bahasa pertama
menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan
pendirian, dalam bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya,
ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gamblang. Apabila
seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau gramatikal,
belum berarti bahwa ia telah menguasai bahasa pertama. Agar seorang anak dapat
dianggap telah menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan
dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion)
atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis
merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan bahasa
pertama seorang anak.
2. 5.1Periode
dan perkembangan pemerolehan bahasa pertama
Perkembangan pemerolehan bahasa anak
dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu: perkembangan prasekolah,
perkembangan ujaran kombinatori, dan perkembangan masa sekolah. Perkembangan
pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas
perkembangan pralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan.
Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang
tua (khususnya ibu) dengan anak. Pada masa perkembangan pralinguistik anak
mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengan subjek,
dirinya dengan orang lain serta hubungan dengan objek dan tindakan pada tahap
satu kata, anak terus menerus berupaya mengumpulkan nama benda-benda dan orang
yang ia jumpai.
Kata-kata yang pertama diperolehnya
tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata sosialisasi,
kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemerian. Dilihat dari
unsur dasar pembentukannya kombinasi yang dibuat anak pada periode ini
mengekspresikan dua unsur deretan dasar pelaku (agen) + tindakan (aksi) + ob
jek. Semua kombinasi dua unsur terjadi, misalnya Agen + Aksi + Objek, Agen +
Objek. Pada masa tahap 2 ada tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak,
yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang yaitu
kemunculan morfem-morfim gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak,
pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan
perluasan istilah dalam suatu hubungan. Perkembangan ujaran kombinatori
anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian yaitu perkembangan negatif/penyangkalan,
perkembangan interogatif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, dan
perkembangan sistem bunyi.
2.5.2
Tahap-tahap pemerolehan bahasa pertama
Perlu untuk diketahui adalah seorang
anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa bahasa pertama dalam otaknya
dan lengkap dengan semua kaidahnya. Bahasa pertama diperolehnya dalam beberapa
tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang
dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri
kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
Pengetahuan mengenai pemerolehan
bahasa dan tahapannya yang paling pertama didapat dari buku-buku harian yang
disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik. Dalam
studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui
rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen
yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan
bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi,
pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap
pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi
seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit,
keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Tahap linguistik
terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2)
tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).
a. Tahap vokalisasi bunyi dan pengocehan
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi
mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dengkur. Bunyi
yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonsonan atau vokal. Akan
tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknyakarena memang terdengar
dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan
tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa bunyi
tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa
bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi
prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai
mengoceh (babling). Celotehan merupakan ujaran yang memiliki suku kata
tunggal seperti mu dan da .Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat
ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa ocehan ini terjadi
pada usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa
celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti
ini bisa saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung
pada perkembangan neurologi seorang anak.
Pada tahap celoteh ini, anak sudah
menghasilkan celoteh vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan
nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Konsonan yang keluar
pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/
dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada
usia sekitar 8 bulan, struktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga
muncullah struktur seperti: Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama
dengan ibu.meskipun yang ada di benak tidaklah diketahui. Tidak mustahil
celotehan itu hanyalah sekedar artikulori belaka (Darmowidjojo: 2005:245).
Begitu anak melewati periode
mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang merupakan balok
bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar
bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan
kata-kata. Cara anak-anak mencoba segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan
teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Ma’at 2005:43).
Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipoptesis tentang bagaimana
mencoba memproduksi bunyi yang benar. Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan
bahasa, biasanya anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang
disederhanakan sebagai berikut:
b. Tahap satu kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak
berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal
diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari.
Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi
berulang-ulang untuk makna yang sama. Pada usia ini pula, sang anak sudah
mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan
kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata
satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak
itu merupakan satu konsep yang lengkap. Misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa”
(Saya mau papa ada di sini). “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Mula-mula, kata-kata itu diucapkan
anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun,
“pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang
wanita di majalah itu adalah mama”
Menurut pendapat beberapa peneliti
bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata
itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk
suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada
suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari
konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti
a,i,u.e.
c. Tahap dua kata, Satu frase
Tahap ini berlangsung ketika anak
berusia 18-20 bulan. Uiaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul
seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofratis ujaran yang
diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini,
ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula
anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan
seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam
pikiran anak itu, subjek + predikat” dapat terdiri atas kata benda + kata
benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang
bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang
artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
d. Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai
menghasilkan ujaran kata ganda (multiple-word utterences) atau
disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan
mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan
pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip
dengan bahasa orang dewasa.
Pada usia dini dan seterusnya,
seorang anak belajar bahasa pertamanya secara bertahap dengan caranya sendiri.
Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa
dendan menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil tiruan
yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang
dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”,
si anak akan melafalkan dengan “he go out”. Ada lagi teori yang mengatakan
bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement),
artinya kalau anak belajar uiaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan
dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dan sebagainya.Akan tetapi bila
ujaran-ujarannya salah,ia mendapatkan “penguatan negatif”, misalnya lagi,
salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus trus menerus
diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya benar. Teori ini
tampaknya belum dapat diterima seratus persen oleh para ahli psikolinguistik.
Yang benar ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa
sendiri. Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun
semuanya menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler.
2.4.3.Teori-teori
tentang pemerolehan bahasa pertama
a. Teori Behaviorirme
Teori behaviorisme menyoroti aspek
perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan
(stimulus) dan reaksi (response ). Perilaku bahasa yang efektif
adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi
suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar
bahasa pertamanya.
B.F. Skinner adalah tokoh aliran
behaviorisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang
lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenang-kan,
perilaku itu terus akan dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan,
perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement
yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Menurut Brown (Pateda, 1990: 43)
pendekatan behavioristik atau kaum impiris yang dipelopori oleh Skinner, anak
yang baru lahir ke dunia ini dianggap kosong dari bahasa atau kosong dari
struktur linguistik yang dibawanya. Anak tersebut ibarat tabularasa atau kertas
putih yang belum ditulisi, lingkungannyalah yang akan memberi corak dan warna
pada kertas itu. Namun, pemerolehan seperti ini memerlukan penguatan (reinforcment).
b. Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut
nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak
mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada
beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan
(genetik), setiap bahasa memiliki perkembangan yang sama (merupakan sesuatu
yang universal), dan lingkungan yang memiliki peran kecil di dalam proses
pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dapat dikuasai dalam waktu yang relatif
singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup
bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orandg dewasa.Menurut aliran ini,
bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai
dalam waktu yang singkat melaui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap
manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa
(Language Acquisition Device, disingkat LAD). Neil (Tarigan, 1998:239)
mempunyai 4 ciri utama, yaitu (1) kemampuan untuk membedakan bunyi-bunyi yang
lain; (2) kemampuan mengorganisasikan peristiwa-peristiwa linguistik ke dalam
berbagai kelas; (3) pengetahuan mengenal jenis sistem linguistik tertentu
sajalah yang mungkin mengungkapkan hal itu, sedangkan yang lain-lainnya tidak;
(4) kemampuan memanfaatkan secara konstan evaluasi untuk membangun sistem yang
mungkin paling sederhana dari data yang ditemukan.
Mengenai bahasa apa yang akan
diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar.
Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti
bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya. (Bolinger, 1975: 267) berpendapat
bahwa anak-anak yang lahir ke dunia ini telah membawa kapasitas atau potensi
bahasa yang akan berkembang nantinya sesuai dengan proses kematangan
jntelektual anak itu. Potensi bahasa ini akan berkembang bagi anak-anak apabila
saatnya sudah tiba.
Semua anak yang normal dapat belajar
bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan
sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak
mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat
bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala
(Baradja, 1990:33). Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat
menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem
bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi
bahasa dan bukan bunyi bahasa.
c. Teori Kognitivisme
Menurut teori ini, bahasa bukanlah,
suatu ciri alamiah yang terpisah melainkan salah satu diantara beberapa
kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa disertukturi oleh
nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih
mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan
kognitif mementukan perkembangan bahasa (Chaer, 2003: 223). Hal ini tentu saja
berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari
perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks,
abstrak, dan khas. Begitu juga dengan slingkungan berbahasa. Bahasa harus
diperoleh secara alamiah.
Menurut teori kognitivisme, yang
paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan
dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan,
bahasa dianggap belum ada. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung.
Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki
sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan
benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi
kata-kata awal yang diucapkan anak.
Pendekatan kognivistik yang
dipelopori oleh Louis Bloom (Pateda,1998) memandang bahwa pemerolehan bahasa
anak-anak harus dilihat dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Itulah
sebabnya penganut aliran ini membantah bahwa kalimat dua kata (pivot grammar)
yang dikemukakan kaum mentalis, mungkin saja mengandung tafsiran yang lebih
dari satu, karena menurut pandangan kognitivistik anak-anak bukan belajar
struktur luar (surface structure ) tetapi mempelajari struktur dalam (deep
structure) dari bahasa itu.
D. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan
bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan
mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan
dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang
dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa
ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu
secara otomatis.
Mengenai teori-teori pemerolehan
bahasa disesuaikan dengan struktur bahasa, yaitu fonologi, sintaksis dan
semantik yang diungkapkan oleh Pateda (1988). Menurut Pateda ada beberapa teori
struktural sejagat, (Jacobson), teori semantik sejagat (Shvachkin), teori
behavioris (Mowrer), teori bahavioris sejagat (Olmsted), teori generatif
struktural (Moskowizt), teori fonologi alami (Stampe), teori prosodik akustik
(Weterson), teori penuh sistem logogen (Smith), teori keutamaan pemerolehan
leksikon (Ferguson), teori kontras dan proses (Ingram), teori pendekatan pemecahan
masalah (Kiparsky dan Menn), dan teori sintetik Gestalt (Peters). Teori
fungsional yang mengemukakan bahwa terdapat tiga perkembangan bahasa pada anak
yang dituturkannya dengan konstruksi negasi, konstruksi pertanyaan, dan
konstruksi verba “to be” dalam bahasa Inggris, sedangkan teori tentang semantik
menggunakan teori fungsional yang mengaitkan pemaknaan ucapan anak dengan
situasi waktu itu. Teori sistem semantik yang menyangkut pemerolehan pada
ciri-ciri individual anak secara semesta, dan teori konseptual yang menyatakan
bahwa ucapan-ucapan yang dihasilkan anak-anak sebagian didesak oleh berbagai
hal yang mereka pikirkan mengenai hal itu. Penganalisaan ketiga komponen
tersebut (fonologi, sintaksis, dan semantik) merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari apa yang biasa dinamakan pemerolehan bahasa.
Pemerolehan
dalam bidang Fonologi
Pada waktu dilahirkan, anak hanya
memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang
sudah memiliki sekitar 70%. Karena perbedaan inilah maka binatang sudah
dapat melakukan banyak hal segera sesudah lahir, sedangkan manusia hanya bisa
menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Proposi yang ditakdirkan kecil pada
manusia ini mungkin memang “dirancang” agar pertumbuhan otaknya proposional
pula dengan pertumbuhan badannya.
Pada umur sekitar 6 minggu, anak
mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau
vokal.Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang terdengar
dengan jelas. Proses bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang
telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan
bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya.
Pada sekitar umur 6 bulan, anak
mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa
Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan
(Darmowidjojo: 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti diikuti
oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat
dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah
CV. Ciri lain dari celotehan adalah bahwa CV ini kemudian diulang sehingga
muncullah struktur seperti berikut: C1 V1 C! V! C1 V!……papapa
mamama bababa…..
Orang tua kemudian mengaitkan “kata”
papa dengan ayah mama dengan ibu meskipun apa yang ada dibenak anak tidaklah
kita ketahui; tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar latihan artikulori
belaka. Konsonan dan vokalnya secara gradual berubah sehingga muncullah
kata-kata seperti dadi, dida, tita, dita,mama, mami, dan sebagainya.
Pemerolehan
dalam bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai
berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak
sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih
dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang
menjadi pertanyaan adalah kata mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama
Dodi dan yang ingin ia sampaikan adalah Dodi mau bubuk, dia akan memilih
di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah buk
(untuk bubuk)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan memilih buk. Tapi
mengapa demikian?
Dalam pola pikir yang masih
sederhana pun tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama
versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada
pendengarnya. Dari tiga kata pada kalimat Dodi mau bubuk, yang baru
adalah kata bubuk. Karena itulah anak memilih buk, dan
bukan di, atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran
yang dinamakan Ujaran Satu Kata, USK anak tidak sembarangan saja memilih kata
yang memberikan informasi baru.
Pemerolehan
dalam bidang Semantik
Dari segi sintaksisnya, USK (Ujaran
Satu Kata) sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja,
bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu.
Namun dari segi semantiknya, USK adalah kompleks karena satu kata ini
bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak yang mengatakan /b/ untuk mobil bisa
bermaksud mengatakan:
- Ma, itu mobil.
- Ma, ayo kita ke mobil.
- Aku mau ke mobil.
- Aku minta (mainan) mobil.
- Aku nggak mau mobil.
- Papa ada di mobil, dan sebagainya
Kata mempunyai jalur hierarkhi
semantik. Perkutut Bangkok adalah satu jenis perkutut, dan perkutut adalah satu
jenis perkutut, dan perkutut adalah satu dari sekian banyak macam burung.
Sementara itu, burung adalah salah satu binatang, dan binatang adalah salah
satu wujud dari makhluk. Dalam hal pemerolehan kata, anak tidak akan memperoleh
kata yang hirarkhinya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Anak akan mengambil
apa yang dinamakan basic level category , yakni, suatu kategori dasar
yang tidak terlalu tetapi juga tidak terlalu rendah. Dalam contoh binatang di
atas, anak tidak akan mengambil binatang atau makhluk; dia juga tidak akan
mengambil perkutut. Dia akan mengambil kata yang dasar, yakni, burung.
Tentu saja inputnya adalah dari bahasa sang ibu tetapi bahasa sang ibu juga
mengikuti prinsip ini.
2.6 Pemerolehan Bahasa Kedua Anak
Usia SD
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai
saat seseorang memperoleh sebuahbahasa lain setelah terlebih dahulu ia
menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu). Khusus bagi
kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu,bahasa asli atau
bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu,sedangkan bahasa kedua
berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing.Tujuan pengajaran bahasa asing
kadang-kadang berbeda dengan pengajaranbahasa kedua. Bahasa kedua biasanya
merupakan bahasa resmi di negaratertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat
diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi dan pendidikan.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi
bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia
memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa
kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan
bahasa kedua. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan
proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri. Sehingga
yang menjadi tolak ukur pemerolehan bahasa kedua adalah bagaimana mempelajari
bahasa.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan
pembelajaran bahasa. Orang dewasa mempunyai dua cara yang berbeda dan mandiri
mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.
- Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
- Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan memungut bahasa bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa.
Pemerolehan dan pembelajaran dapat
dibedakan dalam lima hal, yaitu pemerolehan:
- memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
- secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
- bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran mengetahui bahasa kedua,
- mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat pengetahuan secara eksplisit,
- pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran menolong sekali.
Pandangan pemerolehan bahasa secara
disuapi adalah pandangan kaum behavioristis yang diwakili oleh B.F. Skinner dan
menganggap bahasa sebagai suatu yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain.
Kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan.
Anak hanya merupakan penerima pasif dari tekanan lingkungan. Anak tidak
memiliki peran aktif dalam perilaku verbalnya. Perkembangan bahasa ditentukan
oleh lamanya latihan yang disodorkan lingkungannya. Anak dapat menguasai
bahasanya melalui peniruan. Belajar bahasa dialami anak melalui prinsip
pertalian stimulus respon.
Cara pemerolehan bahasa kedua dapat
dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan
pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
- Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.
- Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Aspek-Aspek Pembelajaran Bahasa
Kedua:
- Kemempuan bahasa
- Usia
- Stategi yang digunakan
- Motivasi
- Hubungan antara pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua
Ciri-ciri pemerolehan bahasa
mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhan morfologi, keseluruhan sintaksis,
dan kebanyakan fonologi. Istilah pemerolehan bahasa kedua atau second language
aqcuisition adalah pemerolehan yang bermula pada atau sesudah usia 3 atau 4
tahun. Ada pemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua
orang dewasa.
Ada lima hal pokok berkenaan dengan
hubungan pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua. Salah satu
perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ialah bahwa
pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari perkembangan
kognitif dan sosial seorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi
sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalam
pemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan, sedangkan
dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam pemerolehan bahasa
pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutan perolehan butir-butir tata
bahasa, banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama dengan
pemerolehan bahasa. Kedua, suatu ciri yang khas antara pemerolehan bahasa
pertama dan bahasa kedua belum tentu ada meskipun ada persamaan perbedaan di
antara kedua pemerolehan. Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa kedua,
yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh pada
morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat lemah
(kecil).
Ada tiga komponen yang menentukan
proses pemerolehan bahasa yaitu prospensity (kecenderungan), language faculty,
(kemampuan berbahasa), dan acces (jalan masuk) ke bahasa.
Pemerolehan Bahasa Kedua
- Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa pertama mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga.
- Pengenalan/penguasaan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses pemerolehan atau proses belajar.
- Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tak formal dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan.
- Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada bimbingan, dan dilakukan dengan sadar.
- Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) didapat bersama-sama atau dalam waktu berbeda. Jika didapat dalam waktu yang berbeda, Bahasa Kedua (B2) didapat pada usia prasekolah atau pada usia Sekolah Dasar.
- Bahasa Kedua (B2) dapat diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2). Jika diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama, Bahasa Kedua dipelajari melalui proses belajar formal. Jika didapat di lingkungan Bahasa Kedua, Bahasa Kedua didapat melalui interaksi tidak formal, melalui keluarga, atau anggota masya-rakat Bahasa Kedua.
No comments:
Post a Comment