Penggunaan
dan Tata Tulis Ejaan: Pelafalan, Pemakaian Huruf, dan Pemisahan Suku Kata
Dasar
yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran atau bahasa adalah satu bunyi
ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang
yang dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf.
Dengan
huruf-huruf itulah manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya
disampaikan secara lisan.Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan
lambang-lambang bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk masalah yang
dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan ejaan adalah cara melafalkan dan
menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca. Bahasa Indonesia
menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa
Indonesia yang dilambangkan dengan huruf.Ejaan yang berlaku dalam bahasa
Indonesia sekarang menganut sistem ejaan fonemis, yaitu satu bunyi dilambangkan
dengan satu tanda (huruf). Akan tetapi, kenyataannya masih terdapat kekurangan.
Kekurangan tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan
dengan dua tanda, yaitu /ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua fonem
yang dilambangkan dengan satu tanda saja, yaitu /e/ pepet dan /e/ taling. Hal
ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang
lebih sempurna.
A. Pelafalan
Salah satu hal yang
diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa
Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi
bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud ialah ketidakteraturan
pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan dapat terjadi
karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan
huruf tersebut. Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah
bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa
Belanda, dan bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan
dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud
bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya
dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa
Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus
dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa
Indonesia disesuaikan dengan tulisan.
-teknik Lafal yang
salah: tehnik Lafal yang benar: teknik [t e k n i k]
-tegel Lafal yang
salah: tehel Lafal yang benar: tegel [t e g e l]
-energi Lafal yang
salah: enerhi, enersi, enerji Lafal yang benar: energi [e n e r g i]
Masalah lain yang
sering muncul dalam pelafalan ialah mengenai singkatan kata dengan huruf.
Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan pelafalan yang benar seperti yang sudah
dibakukan dalam ejaan.
-TV Lafal yang salah:
[tivi] Lafal yang benar: [t e ve]
-MTQ Lafal yang
salah: [emtekyu], [emtekui] Lafal yang benar: [em te ki]
Hal yang perlu
mendapat perhatian ialah mengenai pemakaian dan pelafalan huruf pada penulisan
dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan dikatakan bahwa penulisan dan
pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan hukum, lembaga, jalan, kota,
sungai, gunung, dan sebagainya disesuaikan dengan kaidah ejaan yang berlaku,
kecuali kalau ada pertimbangan lain. Pertimbangan yang dimaksud ialah pertimbangan
adat, hukum, agama, atau kesejahteraan, dengan kebebasan memilih apakah
mengikuti Ejaan Republik (Soewandi) atau Ejaan yang Disempurnakan. Jadi,
pelafalan nama orang dapat saja diucapkan tidak sesuai dengan yang tertulis,
bergantung pada pemilik nama tersebut.
Demikian pula halnya
dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau nama obat-obatan, bergantung
pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa dapat
saja melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis. Hal tersebut
memerlukan kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang bersangkutan.
Perhatikan contoh
berikut!
- coca Lafal yang
benar: cola [ko ka ko la]
- HCI Lafal yang
benar: [Ha Se El]
- CO2 Lafal yang
benar: [Se O2]
Kaidah pelafalan yang
perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ ada
aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal
yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur,
leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda
dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun,
lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi
luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku bagi
kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa
asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
Hakikat Bahasa Indonesia
Rumusan
tentang hakikat Bahasa Indonesia dikemukakan Machfudz (2000) bahwa,
"Hakikat Bahasa Indonesia adalah: Bahasa sebagai simbol, Bahasa sebagai
bunyi ujaran, bahasa bersifat arbitrer, dan Bahasa bersifat konvensional."
Arti kata hakikat bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Ali,
1990) memiliki pengertian intisari atau dasar. Hakikat bahasa dapat diartikan
sebagai sesuatu yang mendasar dari bahasa.
Bahasa
sebagai Simbol
Simbol
atau lambang adalah sesuatu yang dapat melambangkan dan mewakili ide, perasaan,
pikiran, benda, dan tindakan secara arbitrer, konversional, dan
representatif-interpretatif. tidak ada hubungan langsung dan alamiah antara
yang menyimbolkan dengan yang disimbolkan. Untuk itu baik yang batiniah (inner)
seperti perasaan, pikiran, ide, maupun yang lahiriah (outer) seperti benda dan
tindakan dapat dilambangkan atau diwakili simbol.
Manusia
senantiasa bergelut dengan simbol. Melalui simbol, manusia memandang, memahami,
dan menghayati alam dan kehidupannya. Simbol itu sendiri sebenarnya merupakan
kenyataan hidup, baik kenyataan lahiriah maupun batiniah yang disimbolkan,
karena di dalam simbol terkandung ide, pikiran, dan perasaan, serta tindakan
manusia.
Bahasa
adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis sehingga dapat dipergunakan
sebagai alat komunikasi. Kata adalah bagian dari simbol yang hidup dan
digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu. Kata bersifat simbolis karena
tidak memiliki hubungan langsung atau hubungan instrinsik dengan kenyataan yang
diacunya, tetapi hanya bersifat arbitrer dan konversional. Misalnya kata
/b-u-k-u/ tidak ada hubungannya dengan benda yang dirujuk yaitu
lembaran-lembaran kertas yang ditulis dan dibaca. Kata /a-p-i/ tidak ada
hubungannya dengan sifat kepanasan yang diacunya sehingga walaupun kita
mengucapkan kata api berkali-kali, maka mulut kita tidak akan terbakar. Hal itu
hanya bersifat arbitrer dan kemudian disepakati menjadi suatu konvensi oleh
pemakai bahasa.
Sebuah
wacana secara secara totalitas dapat juga berupa simbol. Dalam masyarakat Batak
dikenal wacana berupa ragam bahasa ratapan (wailing language). Bahasa ratapan
adalah syair yang diucapkan oleh seseorang ketika dia menangisi orang yang
meninggal. Bahasa ratapan melambangkan dan mewakili perasaan si peratap. Bahasa
ratapan itu sebagai simbol secara totalitas, tetapi wacana bahasa ratapan itu
juga terdiri dari simbol-simbol yang lebih kecil seperti kata, frase, dan
kalimat.
Bahasa
Sebagai Bunyi Ujaran
Telinga
kita selalu mendengar bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh benda-benda tertentu.
Hanya bunyi- bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Human Organs of
Speech) yang disebut sebagai bahasa. Bunyi ujaran merupakan sifat kesemestaan
atau keuniversalan bahasa. Tak satupun bahasa di dunia ini yang tidak terjadi
dari bunyi. Bahasa sebagai ujaran, mengimplikasikan bahwa media komunikasi yang
paling penting adalah bunyi ujaran. Jika kita mempelajari suatu bahasa kita
harus belajar menghasilkan bunyi-bunyi suara.
Bahasa
Bersifat Arbitrer
Pengertian
arbitrer dalam studi bahasa adalah manasuka, asal bunyi, atau tidak ada
hubungan logis antara kata sebagai simbol (lambang) dengan yang dilambangkan.
Arbitrer berarti dipilih secara acak tanpa alasan sehingga ciri khusus bahasa
tidak dapat diramalkan secara tepat.
Secara
leksis, kita dapat melihat kearbitreran bahasa. Kata anjing digunakan dalam
Bahasa Indonesia, Biang dalam bahasa Batak, Dog dalam bahasa Inggris. hal ini
memiliki kata yang berbeda untuk menyatakan konsep yang sama. Kearbitreran
bahasa di dunia ini menyebabkan adanya kedinamisan bahasa.
Bahasa
bersifat Konvensional
Konvensional
dapat diartikan sebagai satu pandangan atau anggapan bahwa kata- kata sebagai
penanda tidak memiliki hubungan instrinsik dengan objek, tetapi berdasarkan
kebiasaan, kesepakatan atau persetujuan masyarakat yang didahului pembentukan
secara arbitrer. Tahapan awal adalah manasuka/ arbitrer, hasilnya disepakati/
dikonvensikan, sehingga menjadi konsep yang terbagi bersama (socially shared
concept).
Konvensi/kesepakatan
akan menentukan apakah kata yang dibentuk secara arbitrer dapat terus
berlangsung dalam pemakaian bahasa atau tidak. Suatu bahasa tidak dapat
dipaksakan agar dipakai pada suatu kelompok masyarakat bahasa. Kelangsungan
hidup suatu bahasa ditentukan oleh kemauan, kebiasaan, atau kesepakatan masyarakat.
Bahasa
sebagai Sistem
Setiap
bahasa memiliki sistem, aturan, pola, kaidah sehingga memiliki kekuatan atau
alasan ilmiah untuk dipelajari dan diverifikasi. Pada hakikatnya, setiap bahasa
memiliki dua jenis sistem yaitu sistem bunyi dan sistem arti. Sistem bunyi
mencakup bentuk bahasa dari tataran terendah sampai tertinggi (fonem, morfem,
baik morfem bebas maupun morfem terikat, frase, paragraf, dan wacana). Sistem
bunyi suatu bahasa tidak secara acak- acakan, tetapi mempunyai kaidah- kaidah
yang dapat diterangkan secara sistematis. Sistem arti suatu bahasa merupakan
isi atau pengertian yang tersirat atau terdapat dalam sistem bunyi. Sistem
bunyi dan sistem arti memang tidak dapat dipisahkan karena yang pertama
merupakan dasar yang kedua dan yang kedua merupakan wujud yang pertama.
Bahasa
Bermakna
Makna
adalah arti, maksud atau pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk
kebahasaan untuk menghubungkan bentuk kebahasaan tersebut dengan alam di luar
bahasa atau semua hal yang ditunjuknya.
Machfudz
(2000) mengemukakan bahwa macam- macam makna:
- Makna Leksisi. Makna unsur- unsur bahasa terlepas dari penggunaannya atau konteksnya. Makna leksis sering disebut makna sebagaimana yang ada di dalam kamus atau makna sebenarnya. Misalnya kata laki- laki mempunyai makna pria atau manusia yang berjenis kelamin jantan.
- Makna Kiasan. Makna unsur- unsur bahasa yang didasarkan pada perasaan atau pikiran yang berada di luar makna sebenarnya. Misalnya Buah bibir memiliki makna menjadi pembicaraan orang.
- Makna Kontekstual. Makna unsur bahasa yang didasarkan pada hubungan antara ujaran dengan situasi ketika ujaran itu dipergunakan. Misalnya kata bagus dapat berarti jelek ketika seorang ayah mengejek anaknya yang malas belajar, kalimat yang digunakan patutlah nilaimu sangat bagus.
- Makna Gramatis. Makna yang diperoleh berdasarkan hubungan antara unsur- unsur bahasa dalam satuan- satuan yang lebih besar. Misalnya pada kata dia mencintai ibunya, bermakna sebutan atau perbuatan aktif.
Bahasa Bersifat Produktif
Hal
ini diartikan sebagai kemampuan unsur bahasa untuk menghasilkan terus-menerus
dan dipakai secara teratur untuk membentuk unsur-unsur baru. Prefik /men-/ dan
/di-/, misalnya dapat melekat pada setiap kata kerja dan fungsinya
masing-masing membentuk kata kerja aktif dan kata kerja pasif dalam Bahasa
Indonesia.
Bahasa
Bersifat Universal
Bahasa
merupakan sesuatu yang berlaku umum dan dimiliki setiap orang. Pada sifat
internal bahasa, universal adalah kategori linguistik yang berlaku umum untuk
semua bahasa.
Bahasa
Bersifat Unik
Hal
ini terlihat dari studi bahasa adalah kategori bahasa yang tersendiri bentuk
dan jenisnya dari bahasa lain. Setiap bahasa ada perbedaan dengan bahasa lain
meskipun termasuk dalam bahasa serumpun.
Bahasa
Sebagai Komunikasi
Menjadi
penyampai pesan dari penyapa kepada pesapa (penerima). Komunikasi harus
bermakna atau berarti baik bagi penyapa atau pesapa. Komunikasi dapat bermakna
jika sistem tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi dapat informatif.
Pembentukan
Kata-kata Bahasa Indonesia
Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia.
Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang
berbeda. Untuk memahami cara pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya
mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar dan istilah seperti yang
dijelaskan di bawah ini.
kata dasar (akar kata) = kata yang paling
sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk
asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini
tidak dibahas di sini.
afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat
huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna
dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat
pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan
konfiks.
prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat
di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat
di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara
simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu
afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.
kata turunan (kata jadian) =
kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan.
keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang
semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.
Penggunaan Afiks
Mempelajari proses pembentukan
kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan kunci untuk memahami makna
kata-kata turunan dan belajar membaca teks Bahasa Indonesia. Sebagian besar
kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia berafiks. Jika
seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat mengerti makna sebagian besar
kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu dengan menggunakan kaidah
umum untuk masing-masing jenis afiks.
Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita dapat
menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam mengklasifikasikan
jenis kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami menggunakan kaidah
pengklasifikasian kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Kedua - 1991) yang disusun dan
diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Penjelasan di bawah adalah untuk
menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan)
Aplikasi Afiks
ber- : menambah prefiks ini membentuk
verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau
memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu.
Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan
sesuatu. Fungsi utama prefiks "ber-" adalah untuk menunjukkan bahwa
subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam
kalimat itu. Banyak verba dengan afiks "ber-" mempunyai kata yang
sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44
kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
me-, meng-, menge-, meny, mem-:
menambah salah satu dari prefiks ini membentuk verba yang sering kali
menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat adalah pelaku,
bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai
arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini
yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis
dalam Bahasa Indonesia memiliki salah satu dari prefiks ini.
di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang
sangat erat dengan prefiks "me-." Prefiks "me-" menunjukkan
tindakan aktif sedangkan prefiks "di-" menunjukkan tindakan pasif, di
mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan
bukan pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa
Indonesia memiliki prefiks ini.
pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang
menunjukkan orang atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan
prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan
perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa
kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau
karakteristik kata dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis
dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
ter- : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penambahan afiks ini
menimbulkan dua kemungkinan.
(1) Jika menambahkan ke kata dasar
adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi
paling tinggi (ekstrim) atau superlatif. (misalnya: paling besar, paling
tinggi, paling baru, paling murah)
(2) Jika menambahkan ke kata dasar yang
bukan adjektif, umumnya menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif,
yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa
menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara
tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak
disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam
kalimat adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku
perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.
se-: menambah prefiks ini dapat
menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti
“satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang tertulis
dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penggunaan paling umum dari
prefiks ini adalah sebagai berikut:
1. untuk menyatakan satu benda, satuan
atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa Inggris)
2. untuk menyatakan seluruh atau
segenap
3. untuk menyatakan keseragaman,
kesamaan atau kemiripan
4. untuk menyatakan tindakan dalam
waktu yang sama atau menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu
-an : menambah sufiks ini biasanya
menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun
dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya. Sekitar
satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks
ini.
-i : menambah sufiks ini akan menghasilkan
verba yang menunjukkan perulangan, pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu.
Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat
atau obyek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat
pengaruh dari perbuatan tersebut . Sufiks ini pun menunjukkan
di mana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata
yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
-kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan
kata kerja yang menunjukkan penyebab, proses pembuatan atau timbulnya suatu
kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke bagian
lain dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
-kah : menambah sufiks ini menunjukkan bahwa
sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang
merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.
-lah : sufiks ini memiliki penggunaan
yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa
sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan
kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
ke-an : Konfiks ini yang paling umum
digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:
1. membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan
atau keadaan dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan
dengan kata dasar
2. membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau
asal
3. membentuk adjektif yang menyatakan keadaan
berlebihan
4. membentuk verba yang menyatakan kejadian yang
kebetulan
. pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah
satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang
menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam
kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki konfiks ini.
per-an : menambah konfiks ini akan
menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu perbuatan (bukan
prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk kepada
suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam
kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks
“ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik. Sekitar
satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks
ini.
se - nya : Konfiks ini seringkali muncul
bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk
adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat dicapai oleh
perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).
-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks
murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan konsep yang
agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini. contoh: biasanya =
usually; rupanya = apparently
-nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan
merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan sebagai entri dalam kamus
ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan
kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah arti kata
dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” =
buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan
kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu.
Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.
Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk
(bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap
14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku”
dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini
sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya, dan
jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan
majalah berita
Saya Rambo Hitam dari Grammy, saya bekerja di Kem Grammy, isteri saya meninggal dunia 6 tahun yang lalu dan sejak saya menjaga anak tunggal saya bernama Clinton, seorang kawan nasihat saya untuk mencari isteri, pada pencarian saya bertemu Jennifer dia dan wanita Inggeris, Saya suka begitu banyak bahawa saya boleh memberikan segala-galanya dia berusia 37 tahun, selepas beberapa waktu bertarikh saya begitu banyak cinta dengannya, kami mempunyai beberapa salah faham, dan dia pecah dengan saya dan saya merayu kepadanya untuk kembali anak saya dipanggil dia berkata Tidak, bahawa dia telah menemui orang lain, dan kita suka antara satu sama lain selepas beberapa hari saya membaca artikel tentang bagaimana Dr Lomi boleh membantu membawa kembali , Saya memutuskan untuk mencuba, saya menghubungi Dr Lomi untuk membantu beliau memberitahu saya apa yang perlu dilakukan untuk membawa balik kekasih saya yang saya lakukan, dia melakukan doa dan Jennifer kembali dia mencintai saya dan menghargai saya lebih sekarang, dan kami mempunyai masa terbaik dalam hidup kita, Dr Lomi juga menyediakan beberapa herba semulajadi yang membuat saya kuat dan sihat lagi sekarang saya merasa seperti seorang pemuda saya berpuas hati dengan seksualnya sangat baik kita berdua gembira, hubungi Dr Lomi pada nombor WhatsApp +2349034287285 atau e-mel kepadanya di lomiultimatetemple@gmail.com HE MEMPUNYAI PENYELESAIAN TERBAIK UNTUK ANDA...
ReplyDelete