MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Difusi
Inovasi Pendidikan
yang dibina
oleh Ibu Suwarti
Oleh:
Kelompok
11/ Offering K3
Ida Nur Aida 130151614017 (20)
Muhammad Muhtar Asngari 130151613978 (24)
Titin Risanti 130151613981
(34)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini, kehidupan banyak mengalami
perkembangan yang signifikan baik pada bidang teknologi, kesehatan, ekonomi
maupun dalam dunia pendidikan. Hal-hal baru kian lama kian bermunculan dan
semakin membantu dalam kinerja berbagai bidang tersebut. Ada yang bermanfaat
untuk hal-hal yang kecil saja, namun banyak juga yang bermanfaat untuk hal-hal
besar serta masyarakat luas. Masyarakatpun semakin dimanjakan dengan berbagai
hal-hal baru yang tentunya memberikan kemudahan di berbagai bidang kehidupan.
Sesuatu yang baru itu dapat memunculkan berupa
tanggapan atau respon yang baik ataupun respon yang buruk dari berbagai pihak.
Sehingga seseorang atau individu mempunyai hak untuk menerima maupun menolak
apabila dianggap sesuatu yang baru itu atau inovasi tersebut kurang bermanfaat
bagi kehidupan. Menerima atau tidak menerima suatu inovasi dapat dilakukan
setelah individu mendapatkan atau memperoleh suatu inovasi yang baru
disebarluaskan. Namun respon dari individu terhadap inovasi yang ada tersebut
tidak hanya untuk menerima atau tidak menerima, namun haruslah dipikir secara
mendalam serta dengan pertimbangan yang baik.
Ketika
individu menerima, muncul pertanyaan apakah inovasi yang diterimanya itu dapat
bermanfaat baik baginya? Apakah inovasi yang diterima tersebut bisa digunakan
dalam jangka waktu yang lama? Sementara bagi seorang individu yang tidak
menerima inovasi, juga harus mempertimbangkan ulang keputusan yang ia ambil.
Apakah ketika ia tidak menerima inovasi, ternyata inovasi tersebut amat
bermanfaat baginya suatu hari nanti? Oleh karena itu, proses pengambilan
keputusan dalam menerima suatu inovasi perlu pertimbangan yang mendalam dan
cerdas.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah pengertian
proses keputusan inovasi?
1.2.2
Apa saja model
proses keputusan inovasi?
1.2.3
Apa saja tipe
keputusan inovasi?
1.3
Tujuan
1.3.1
Menjelaskan pengertian
proses keputusan inovasi
1.3.2
Menjelaskan
model proses keputusan inovasi
1.3.3
Menjelaskan tipe
keputusan inovasi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Proses Keputusan Inovasi
Di dalam dunia pendidikan sangat perlu
diadakan inovasi-inovasi terbaru guna mengembangkan dunia pendidikan ke arah
yang lebih baik. Adanya inovasi pendidikan tidak terlepas dari adanya peruses
pengambilan keputusan inovasi. Menurut Sa’ud (2010) mengatakan bahwa proses
keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) individu (unit pengambil
keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian
dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penerapan keputusan
menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi dan konfirmasi terhadap
keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan
yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang
berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi
dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk
selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya.
Ciri pokok keputusan inovasi dan
merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain menurut Sa’ud (2010) ialah
dimulai dengan adanya ketidaktentuan (uncertainty) tentang sesuatu (inovasi).
Misalnya seseorang harus mengambil keputusan antara menghadiri rapat atau
bermain olahraga, maka kita sudah tahu apa yang akan dilakukan jika olahraga
begitu pula apa yang akan dilakukan jika menghadiri rapat. Rapat dan olahraga
bukan hal yang baru. Pertimbangan dalam mengambil keputusan mana yang paling
menguntungkan sesuai dengan kondisi saat itu. Keputusan ini bukan merupakan
keputusan inovasi. Tetapi jika kita harus mengambil untuk mengganti penggunaan
kompor minyak dengan kompor gas yang sebelumnya belum pernah tahu tentang kompor
gas, maka keputusan ini adalah keputusan inovasi. Proses pengambilan keputusan
mau tidak mau menggunakan kompor gas, dimulai dengan adanya serba ketidaktentuan
tentang kompor gas. Masih terbuka berbagai alternative, mungkin lebih bersih,
lebih hemat, lebih tahan lama, tetapi juga mungkin berbahaya dan sebagainya.
Untuk sampai pada keputusan yang mantap menerima atau menolak kompor gas perlu
informasi. Dengan kejelasan informasi akan mengurangi ketidaktentuan dan berani
mengambil keputusan.
2.2
Model
Proses Keputusan Inovasi
Ada beberapa tahap dalam proses
pengambilan keputusan inovasi. Menurut Roger (dalam Sa’ud:2010) proses
keputusan inovasi terdiri 5 tahap, yaitu (1) tahap pengetahuan, (2) tahap
bujukan, (3) tahap keputusan, (4) tahap implementasi, dan (5) tahap konfirmasi.
2.2.1
Tahap
Pengetahuan
(Knowledge)
Proses keputusan inovasi dimulai dengan
tahap pengetahuan yaitu tahap pada saat seseorang menyadari adanya suatu
inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari
dalam hal ini bukan memahami tapi membuka diri untuk mengetahui inovasi.
Seseorang menyadar atau membuka diri terhadap suatu inovasi tentu dilakukan
secara aktif bukan secara pasif. Misalnya pada acara siaran televisi disebutkan
berbagai macam acara, salah satu menyebutkan bahwa pada jam 19.30 akan ada
siaran tentang metode baru cara megajar berhitung di Sekolah Dasar. Guru A yang
mendengar dan melihat acara tersebut kemudian sadar bahwa ada metode baru
tersebut, maka pada diri guru A tersebut sudah mulai proses keputusan inovasi
pada tahap pengetahuan. Sedangkan guru B walaupun mendengar dan melihat acara
TV, tidak ada keinginan untuk tahu, maka belum terjadi proses keputusan
inovasi.
Seseorang menyadari perlunya mengetahui
inovasi biasanya tentu berdasarkan pengamatannya tentang inovasi itu sesuai
dengan kebutuhan, minat atau mungkin juga kepercayaannya. Seperti contoh Guru A
tersebut, berarti ia ingin tahu metode baru berhitung karena ia memerlukannya.
Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan karena kebetulan ia merasa butuh. Tetapi
mungkin juga terjadi bukan karena seseorang butuh sesuatu maka untuk
memenuhinya diadakan inovasi. Dalam kenyataan di masyarakat hal yang kedua ini
jarang terjadi, karena banyak orang tidak tahu apa yang diperlukan. Apalagi
dalam bidang pendidikan, yang dapat merasakan perlunya ada perubahan biasanya
orang yang ahli, sedang guru sendiri belum tentu mau menerima perubahan atau
inovasi yang sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan tugasnya.
Sebagaimana halnya menurut dokter, bahwa seseorang perlu makan vitamin, tetapi
orang itu tidak menginginkannya dan sebaliknya sebenarnya seseorang
menginginkan sate tetapi menurut dokter justru sate membahayakan. Setelah
seseorang menyadari adanya inovasi dan membuka dirinya untuk mengetahui inovasi,
maka keaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu bukan
hanya berlangsung pada tahap pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang lain
bahkan sampai tahap konfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui aspek-aspek
tertentu dari inovasi.
Inovasi
terdiri dari jenis-jenis pengetahuan yang berbeda. Inovasi secara khusus
mengandung informasi software, yang berada dalam inovasi dan berfungsi untuk
mengurangi ketidakpastian mengenai hubungan sebab-akibat yang terlibat dalam
mencapai hasil yang diinginkan. Pengetahuan how-to mengandung informasi yang
penting untuk menggunakan inovasi secara tepat. Pengetahuan prinsip mengandung
informasi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip pemungsian yang mendasari
bagaimana inovasi itu bekerja. Kebanyakan
agen perubahan tampaknya memusatkan usaha-usaha mereka pada penciptaan
kesadaran-pengetahuan, walaupun tujuan ini seringkali dapat dicapai secara
lebih efisien dalam banyak sistem klien dengan saluran-saluran media massa.
Agen-agen perubahan juga kemungkinan memainkan peran yang penting dalam proses
pembuatan-inovasi jika mereka memusatkan pada pengetahuan how-to.
Berikut
adalah hasil-hasil dari temuan
menyangkut pengetahuan awal tentang inovasi menurut indrawati (2009)
Generalisasi 5-1: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-2: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal memiliki status sosial yang lebih tinggi dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-3: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal lebih terekspos pada saluran-saluran komunikasi media massa dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-4: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal lebih terekspos pada saluran-saluran komunikasi interpersonal dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-5: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal lebih terekspos memiliki lebih banyak kontak agen perubahan dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-6: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal memiliki partisipasi sosial yang lebih banyak dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-7: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal lebih bersifat kosmopolit dibanding yang lebih lambat.
Karakteristik pengetahu inovasi yang lebih awal ini sama dengan karakteristik inovator: pendidikan yang lebih tinggi, status sosial yang lebih tinggi, dll.
Generalisasi 5-1: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-2: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal memiliki status sosial yang lebih tinggi dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-3: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal lebih terekspos pada saluran-saluran komunikasi media massa dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-4: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal lebih terekspos pada saluran-saluran komunikasi interpersonal dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-5: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal lebih terekspos memiliki lebih banyak kontak agen perubahan dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-6: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal memiliki partisipasi sosial yang lebih banyak dibanding yang lebih lambat.
Generalisasi 5-7: Orang yang mengetahui inovasi lebih awal lebih bersifat kosmopolit dibanding yang lebih lambat.
Karakteristik pengetahu inovasi yang lebih awal ini sama dengan karakteristik inovator: pendidikan yang lebih tinggi, status sosial yang lebih tinggi, dll.
2.2.2
Tahap
Bujukan (Persuation)
Pada tahap persuasi dari proses keputusan
inovasi, seseorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap
inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang utama bidang
kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan utama bidang afektif atau
perasaan. Seseorang tidak dapat menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu
tentang inovasi.
Dalam tahap persuasi ini lebih banyak
keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang
akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan
informasi yang diterimanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi
disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah peranan
karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi.
Dalam tahap persuasi ini juga sangat
penting peran kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di
masa datang. Perlu ada kemampuan untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam
pemikiran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Untuk mempermudah proses
mental itu, perlu adanya gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan
inovasi, jka mungkin sampai pada konsekuensi inovasi.
Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya
penentuan menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil tahap
persuasi akan mengarahkan proses keputusan inovasi atau dengan kata lain ada
kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dan menerapkan inovasi.
Namun perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dan aktivitas masih bisa
ada jarak. Orang menyenangi inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada
jarak atau kesenjangan antara pengetahuan-sikap, dan penerapan (praktik).
Misalnya seorang guru tahu tentang metode diskusi, tahu cara menggunakannya,
dan senang seandainya menggunakan, tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena
beberapa faktor: tempat duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu
besar, dan takut bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai dengan
batas waktu yang ditentukan. Perlu ada bantuan pemecahan masalah.
2.2.3
Tahap
Keputusan (Decision)
Tahap keputusan dari proses inovasi,
berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan
menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan
menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi.
Sering terjadi seseorang akan
menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba
sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika
sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua
inovasi dapat dicoba dengan dipecah menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat
dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima. Dapat juga terjadi
percobaan cukup dilakukan sekelompok orang dan yang lain cukup mempercayai
dengan hasil percobaan temannya.
Perlu diperhatikan bahwa dalam
kenyataannya pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi
penolakan inovasi. Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap
pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi, mungkin juga terjadi
setelah konfirmasi, dan sebagainya.
Ada dua macam penolakan inovasi
yaitu: (a) penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah melalui proses
mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih
dahulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi, dan (b) penolakan pasif,
artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara: pengetahuan,
persuasi dan keputusan inovasi sering berjalan bersamaan. Satu dengan yang lain
saling berkaitan. Bahkan untuk jenis inovasi tertentu dan dalam kondisi
tertentu dapat terjadi urutan : pengetahuan – keputusan inovasi - baru
persuasi.
2.2.4
Tahap
Implementasi (Implementation)
Tahap implementasi dari proses
keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap
implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan
penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya
implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi
karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti
implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak
tersedia.
Kapan tahap implementasi berakhir?
Mungkin tahap ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tergantung dari
keadaan inovasi itu sendiri.tetapi biasanya suatu tanda bahwa taraf
implementadi inovasi berakhir jika penerapan inovasi itu sudah melembaga atau
sudah menjadi hal-hal yang bersifat rutin. Sudah tidak merupakan hal yang baru
lagi.
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya
re-Invensi antara inovasi yang sangat komplek dan sukar dimengerti, penerima
inovasi kurang dapat memahami inovasi karena sukar untuk menemui agen
pembaharu, inovasi yang memungkinkan berbagai kemungkinan komunikasi, apabila
inovasi diterapkan untuk memecahkan masalah yang sangat luas, kebanggaan akan
inovasi, yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan
reinvensi.
Kebanyakan para ahli di masa lalu telah membuat perbedaan
antara invensi dan inovasi. Menurut fitriani (2013) Invensi adalah proses
dimana gagasan baru ditemukan atau dibuat, sementara adopsi adalah keputusan
untuk menggunakan penuh suatu inovasi sebagai rangkaian tindakan terbaik. Oleh
karena itu, adopsi adalah proses untuk mengadopsi gagasan yang ada. Perbedaan
antara invensi dan adopsi ini tidaklah begitu jelas ketika kita mengakui bahwa
inovasi bukanlah sifat yang tetap ketika melebur dalam sistem sosial. Untuk
alasan inilah, “re-invensi”tampaknya merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan
sejauh mana suatu inovasi itu berubah atau dimodifikasi oleh pengguna dalam
proses adopsi dan implementasinya. Jadi, Re-invensi adalah sejauh mana suatu
inovasi itu berubah atau dimodifikasi oleh pengguna dalam proses pengambilan
dan implementasinya. Re-invensi terjadi pada tahap implementasi untuk inovasi
tertentu dan pengadopsi tertentu.
2.2.5
Tahap
Konfirmasi (Confirmation)
Dalam tahap konfirmasi ini seseorang
mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya, dan ia dapat
menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan
dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara
berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang
berlangsung dalam waktu yang tak terbatas. Selama dalam konfirmasi seseorang
berusaha menghindari terjadinya disonansi paling tidak berusaha menguranginya.
Terjadinya perubahan tingkah laku
seseorang antara lain disebabkan karena terjadinya ketidakseimbangan internal.
Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras
yang disebut disonansi, sehingga orang itu merasa tidak enak. Jika seseorang
merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka ia akan berusaha untuk
menghilangkannya atau paling tidak menguranginya dengan cara mengubah
pengetahuannya, sikap atau perbuatannya. Dalam hubungannya dengan difusi
inovasi, usaha mengurangi disonansi dapat terjadi :
·
Apabila seseorang menyadari akan sesuatu
kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan
mencari informasi tentang inovasi. Hal ini terjadi pada tahap pengetahuan dalam
proses keputusan inovasi.
·
Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan
telah bersikap menyenangi inovasi tersebut, tetapi belum menetapkan keputusan
untuk menerima inovasi. Maka ia akan berusaha untuk menerimanya, guna
mengurangi adanya disonansi antara apa yang disenangi dan diyakini dengan apa
yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan tahap
implementasi dalam proses keputusan inovasi.
·
Setelah seseorang menetapkan menerima dan
menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya. Maka disonansi ini dapat
dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan inovasi
(discontinuing).
Ada kemungkinan lagi seseorang telah menetapkan
untuk menolak inovasi, kemudian diajak untuk menerimanya. Maka usaha mengurangi
disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah keputusan semula). Perubahan
ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi terlambat pada
tahap konfirmasi dari proses keputusan inovasi.
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut,
berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang sehingga antara sikap,
perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat hubungannya bahkan sukar
dipisahkan karea yang satu mempengaruhi
yang lain. Sehingga dalam kenyataan kadang-kadang sukar orang akan mengubah
keputusan yang sudah terlanjur mapan dan disenangi, walaupun secara rasional
diketahui ada kelemahannya. Oleh karena sering terjadi untukmenghindari
timbulnya disonansi, maka itu hanya berubah mencari informasi yang dapat
memperkuat keputusannya. Dengan kata lain orang itu melakukan seleksi informasi
dalam tahap konfirmasi (selective exposure). Untuk menghidari terjadinya drop
out dalam penerimaan dan implementasi inovasi (discontinue) peranan agen
pembaharu sangat dominan. Tanpa ada monitoring dan penguatan orang akan mudah
terpengaruh pada informasi negatif tentang inovasi.
2.3
Tipe
Keputusan Inovasi
Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh
seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan
anggota sistem sosial, yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan
keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan
tersebut maka dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi menurut
Sa’ud (2010) :
1.
Keputusan inovasi opsional
Keputusan inovasi opsional yaitu
pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan
oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh
dorongan anggota sistem sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu
mengambil keputusan itu berdasarkan norma sistem sosial atau hasil komunikasi
interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain. Jadi hakikat pengertian
keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai pengambil
keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
2.
Keputusan inovasi kolektif
Keputusan inovasi kolektif adalah pemilihan untuk menerima atau
menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama
berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan
antar anggota sistem sosial. Semua anggota sistem sosial semua anggota sistem
sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah dibuatnya. Misalnya, atas
kesepakatan warga masyarakat di setiap RT untuk tidak membuang sampah di
sungai, yang kemudian disahkan pada rapat antar ketua RT dalam satu wilayah RW.
Maka konsekuensinya semua warga RW tersebut harus mentaati keputusan yang telah
dibuat tersebut, walaupun mungkin secara pribadi masih ada beberapa individu
yang masih berkeberatan.
3.
Keputusan inovasi otoritas
Keputusan
inovasi otoritas adalah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi,
berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang
mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada
anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak
mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota
sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh unit
pegambil keputusan. Misalnya seorang pimpinan perusahan memutuskan agar sejak
tanggal 1 januari semua pegawai harus memakai seragam biru putih. Maka semua
pegawai sebagai anggota sistem sosial di perusahaan itu harus tinggal
melaksanakan apa yang telah diputuskan
oleh atasannya.
Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan (continuum) dari
keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri
mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif (invidu memperoleh
sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan
otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak untuk ikut mengambil
keputusan). Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam organisasi
formal, seperti perusahaan, sekolah, perguruan tinggi, organisasi pemerintahan,
dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan dalam penyebaran
inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota
masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi tertentu.
Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi
dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi masih juga tergantung pada
bagaimana pelaksanaanya. Sering terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan
keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahwa keputusan opsional lebih cepat
dari keputusan kolektif, jika ternyata untuk membuat keputusan dalam musyawarah
antara anggota sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi
inovasi tergantung pada berbagai faktor.
Tipe keputusan yang digunakan untuk
menyebarluaskan suatu inovasi dapat juga berubah dalam waktu tertentu. Rogers (dalam
Sa’ud:2010) memberi contoh inovasi penggunaan tali pengaman bagi pengendara
mobil (automobile seat belts). Pada mulanya kendaraan yang mampu membiayai
pemasangannya. Jadi menggunakan keputusan opsional. Kemudian pada tahun
berikutnya peraturan pemerintah mempersyaratkan semua mobil harus dilengkapi
dengan tali pengaman. Jadi keputusan inovasi pemasangan tali pengaman dibuat
secara kolektif. Kemudian banyak reaksi terhadap peraturan ini, sehingga
pemerintah kembali kepada peraturan lama keputusan menggunakan tali pengaman
diserahkan kepada tiap individu (tipe keputusan opsional).
4.
Keputusan inovasi kontingensi (contingent)
Keputusan inovasi kontingensi (contingent) yaitu
pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi, baru dapat dilakukan hanya
setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya di sebuah perguruan
tinggi , seorang dosen tidak mungkin untuk memutuskan secara opsional untuk
memakai komputer sebelum didahului keputusan oleh pimpinan fakultasnya untuk
melengkapi peralatan fakultas dengan komputer. Jadi ciri pokok dari keputusan
inovasi kontingen ialah digunakannya dua atau lebih keputusan inovasi
secarabergantian untuk menangani suatu difusi inovasi, terserah yang mana yang
akan digunakan dapat keputusan opsional, kolektif atau otoritas.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Proses
keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) individu (unit pengambil
keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian
dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penerapan keputusan
menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi dan konfirmasi terhadap
keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi terdiri 5
tahap, yaitu (1) tahap pengetahuan, (2) tahap bujukan, (3) tahap keputusan, (4)
tahap implementasi, dan (5) tahap konfirmasi. Tipe keputusan inovasi ada tiga
yaitu keputusan inivasi opsional, keputusan inovasi kolektif, keputusan inovasi
otoritas.
No comments:
Post a Comment