Muhammad
Muhtar Asngari
PP3
PGSD Universitas Negeri Malang Jl. Ir.Soekarno 01 Blitar
E-mail
: muhtarasngari7@gmail.com
Abstrak : Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu. Filsafat pancasila merupakan hasil
berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai)
yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai
bagi bangsa Indonesia. Dalam kegiatan
belajar mengajar, filsafat pancasila berperan sebagai dasar pemikiran dalam
penerapan pembelajaran di sekolah. Pancasila merupakan sumber pengetahuan,
sistem pengetahuan, dasar kebenaran pengetahuan, dan cara mendapatkan
pengetahuan. Unsur-unsur tersebut amat berguna untuk memperkokoh landasan
pendidikan di Indonesia.
Kata Kunci : Filsafat,
Pancasila, Belajar
Indonesia
merupakan sebuah Negara kepulauan dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa.
Terbagi ke dalam 34 provinsi dan memiliki suku, ras, agama dan budaya yang
berbeda-beda di setiap wilayahnya. Keanekaragaman budaya tersebut meliputi
tarian, pakaian adat, bahasa, kepercayaan dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan
yang ada di setiap wilayah tersebut tidak menimbulkan perpecahan dan konflik,
namun justru persatuan dan kesatuan tetap terjaga di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Berbicara
mengenai Negara Indonesia, tentunya tidak terlepas dari peran pancasila sebagai
dasar negara. Pancasila merupakan cerminan kepribadian bangsa Indonesia yang
sopan santun dan bermartabat. Pancasila terdiri dari lima sila yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (2)
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila
dihubungkan dengan ilmu filsafat, maka Indonesia memiliki sebuah filsafat yang
agung yaitu filsafat pancasila. Filsafat pancasila merupakan hasil pemikiran
mengenai hal-hal yang diyakini paling baik, paling sesuai untuk bangsa
Indonesia baik dari sisi nilai, norma maupun dalam dunia pendidikan yang
berlandaskan pancasila.
Peran
filsafat pancasila cukup vital dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, hal
ini dikarenakan filsafat pancasila sebagai dasar acuan dalam membuat kurikulum
serta merancang kegiatan belajar mengajar yang tentunya haruslah mencerminkan
kelima sila dari pancasila. Teori-teori belajar yang berkembang saat ini
seperti behavioristik, kognitif, humanistik maupun konstruktivistik, ketika
diterapkan pada kegiatan belajar mengajar di sekolah juga harus tetap
berlandaskan filsafat pancasila dalam penerapannya. Sehingga bisa dikatakan
bahwa filsafat pancasila sebagai roh ataupun nyawa dari penerapan pendidikan di
Indonesia.
Apa Itu Filsafat
Banyak
orang yang sering mendengar kata “filsafat” namun tidak paham apa sebenarnya
makna dari filsafat itu sendiri. Istilah
"filsafat" dapat ditinjau dari dua segi, yakni yang pertama adalah
segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang
berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' = cinta, suka
(loving), dan 'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia'
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya,
setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada
pengetahuan disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya 'failasuf".
Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan
hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Segi yang kedua adalah dari segi praktis. Dilihat dari pengertian praktisnya,
filsafat bererti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya
berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah
berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa
"setiap manusia adalah filsuf". Semboyan ini benar juga, sebab semua
manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak
semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang
memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam.
Sedangkan
pengertian filsafat menurut beberapa para ahli adalah sebagai berikut : (1) Plato
(427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru
Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
(ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli) (2) Aristoteles
(384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua pengetahuan yang meliputi
kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas
segala benda) (3) Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum
Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud
dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya
Setelah
mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa: Filsafat
adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan
ilmu pengetahuan biasa (Tahitona, 2015). Filsafat adalah hasil daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan
integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu: "hakikat Tuhan,
"hakikat alam semesta, dan "hakikat manusia, serta sikap manusia
sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi
itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.
Filsafat Pancasila
Bagi
bangsa Indonesia mungkin sudah sangat mengenal apa itu pancasila. Iya,
pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Rakyat Indonesia sangat memegang
teguh nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Hal ini dikarenakan pancasila merupakan kepribadian bangsa
Indonesia sendiri. Pancasila menjadi dasar dari perkembangan Indonesia di
beberapa bidang, termasuk bidang pendidikan.
Dalam
kehidupan manusia filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang
kebelakang zaman dan juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan
umat manusia dalam bentuk-bentuk ideologi. Pembangunan dan pendidikan yang
dilakukan oleh suatu bangsa pun bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh
karena itu filsafat telah menguasai kehidupan umat manusia, manjadi norma
negara, menjadi filsafat hidup suatu bangsa.
Dalam
filsafat hidup bangsa Indonesia, yaitu Filsafat Pancasila. Didalamya terdapat
banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia.
Filsafat yang terkandung didalam Pancasila harus disoroti dari titik tolak
pandangan yang holistik mengenai kenyataan
kehidupan bangsa yang beranekaragam. Ini menekankan pada semangat
Bhineka Tunggal Ika, semangat ini diharapkan mendasari seluruh kehidupan bangsa
Indonesia. Yaitu adanya kesatuan didalam keaneka ragaman yang ada. Jadi,
Pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling
adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Menurut Drijarkara (dalam Siregar,
2014) Pancasila adalah inheren (melekat) kepada eksistensi manusia
sebagai manusia, lepas dari keadaan yang terntu pada kongretnya. Sebab
itu dengan memandang kodrat manusia “qua valis’ (sebagai manusia), kita juga
akan sampai ke Pancasila.
Hal ini digambarkan melalui
sila-sila dalam Pancasila. Notonagoro (dalam Siregar, 2014) menyebutkan “ kalau
dilihat dari segi intisarinya, urut-urutan lima sila Pancasila menunjukkan
suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang lima sila
dianggap maksud demikian, maka diantara lima sila ada hubungannya yang mengikat
yang satu kpada yang lain, sehingga Pancasila merupakan satukesatuan yang
bulat.
Adapun hubungannya dengan pendidikan
bahwa bagi bangsa Indonesia keyakinan atau pandangan hidup bangsa, dasar negara
Republik Indonesia ialah Pancasila. Karenanya system pendidikan nasional
wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem
pendidikan nasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub
sistem dari sistem negara Pancasila. Dengan kata lain sistem negara Pancasila
wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan nasional
bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Makna filsafat Pancasila dalam
filsafat pendidikan memiliki konsep bahwa dalam falsafah Pancasila pendidikan
merupakan suatu proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan
potensi dirinya sendiri sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang dimilikinya.
Peserta didik adalah pribadi yang mempunyai keinginan untuk menjadi sesuatu
yang diinginkannya sendiri–sendiri. Lembaga pendidikan hanyalah sebuah dorongan
yang memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya dalam bidang
akademis maupun non akademis. Pancasila adalah dasar negara republik Indonesia.
Pancasila merupakan suatu filsafat yang dipegang oleh bangsa indonesia. Maka
dari itu, bangsa indonesia mengambil nilai–nilai pendidikan Pancasila sebagai
pedoman hidup berdasarkan sila–sila dari Pancasila. Sistem pendidikan Pancasila
merupakan suatu cara pembelajaran agar bangsa indonesia mampu melaksanakan
tujuan hidupnya di alam semesta ini sesuai dengan tujuan yang terbilang dari
ke-lima sila Pancasila tersebut.
Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah sesuatu hal yang
harus dilakukan semua manusia. Dalam hal ini, belajar adalah sebuah kebutuhan
pokok. Sebuah kebutuhan yang akan menjadikan manusia lebih maju dan memudahkan
mereka menjalani kehidupan. Menurut Slavin (dalam Mulyana 2015), belajar merupakan
proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne (dalam
Mulyana 2015), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat
berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Dengan
demikian belajar dapat disimpulkan rangkaian kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya
berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan
pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada
perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru
serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa
belajarnya belum sempurna.
Adapun yang dimaksud pembelajaran
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Mulyana (2015) dalah serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada
siswa. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan.
Penerapan Teori Belajar
Teori
merupakan serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Teori belajar dapat
dikatakan merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
Ada beberapa teori belajar diantaranya adalah teori behavioristik, teori
kognitif, teori konstruktivistik, dan teori humanistik.
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut
teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus
dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi
diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan
respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang
dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur.
Teori
ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang
penting untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain
yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon
akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan
dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan
(ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya
respon.
Teori
ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini
tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini,
seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah,
bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill
(pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah
terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara
ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin.
Berbeda
dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar
dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa
bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks
situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek
kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks.
Masuk
ke teori belajar ketiga yaitu teori konstruktivistik. Konstruktivistik
merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan
dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau
dengan kata lain teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun,
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih
kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
Hakikat
pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks (dalam Mulyana 2015)
mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu
berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari
pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi.
Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali
makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan
memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada
pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori
ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam,
pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak
aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan
berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan
itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang
sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan
sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah
ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses ini
keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya.
Penerapan
teori konstruktivistik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: (1)
Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang
sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
ide-idenya secara lebih bebas. (2) Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya
interes, untuk membuat hubungan ide-ide
atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut,
serta membuat kesimpulan-kesimpulan (3) Guru bersama-sama siswa mengkaji
pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam
pandangan tentang kebenaran yang
datangnya dari berbagai interpretasi (4) Guru mengakui bahwa proses belajar
serta penilaianya merupakan suatu usaha
yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Menurut
teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik
sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori
humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu
sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam
bentuk yang paling ideal.
Teori
humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada
dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks
manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun
teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang
lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori
kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit
diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun
sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi
tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk
memahami hakikat kejiwaan manusia. Dalam praktiknya teori ini cenderung
mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
Hubungan Filsafat Pancasila dengan
Belajar Mengajar
Dalam
Filsafat Pancasila terdapat banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan
perekat bangsa Indonesia. Filsafat yang terkandung didalam pancasila harus
disoroti dari titik tolak pandangan yang holistic mengenai kenyataan kehidupan bangsa yang beranekaragam. Ini
menekankan pada semangat Bhineka Tunggal Ika, semangat ini diharapkan mendasari
seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu adanya kesatuan didalam keaneka
ragaman yang ada.
Makna
filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan memiliki konsep bahwa dalam
kependidikan bahwa dalam falsafah Pancasila pendidikan merupakan suatu proses
pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya sendiri
sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang dimilikinya. Peserta didik adalah
pribadi yang mempunyai keinginan untuk menjadi sesuatu yang diinginkannya
sendiri–sendiri. Lembaga pendidikan hanyalah sebuah dorongan yang memfasilitasi
peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya dalam bidang akademis maupun non
akademis. Pancasila adalah dasar negara republik Indonesia.
Pancasila
merupakan suatu filsafat yang dipegang oleh bangsa indonesia. Maka dari itu,
bangsa indonesia mengambil nilai–nilai pendidikan Pancasila sebagai pedoman
hidup berdasarkan sila–sila dari Pancasila. Sistem pendidikan Pancasila
merupakan suatu cara pembelajaran agar bangsa indonesia mampu melaksanakan
tujuan hidupnya di alam semesta ini sesuai dengan tujuan yang terbilang dari
ke-lima sila Pancasila tersebut.
Menurut
Gredler Margareth Bell (dalam Tsaaqib 2014) mengatakan bahwa teori
pendidikan dapat dibagi beberapa aliran yaitu : (1) Teori
behavioristik yang menekankan pada hasil daripada proses, (2) Teori Kognitif
yang menekankan pada proses, (3) Teori Humanistik menekankan pada isi atau apa
yang dipelajari, (4) Teori Sibernetik yang menekankan pada sistem informasi
yang dipelajari.
Kemudian
perkembangan yang terbaru yaitu Teori konstruktivis yang dilandasi dari
filsafat Konstruktivisme, teori ini lebih menekankan bahwa anak didik di
arahkan untuk belajar secara mandiri dan para pendidik sebagai fasilitator
dalam memudahkan proses belajar hal ini dilandasi bahwa individu mengalami
perkembangan pikiran secara alami sampai dewasa.
Teori-teori
diatas mendasari sistem pendidikan di Indonesia. Dalam konteks filsafat
pendidikan maka aktivitas pemikiran yang teratur yang menjadikan filsafat
Pancasila tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan
proses pendidikan, artinya bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan
nilai-nilai yang diupayakan untuk mencapainya, filsafat pendidikan dan
pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral.
Dasar
epistemologis Pancasila sebagai sistem filsafat adalah Pancasila merupakan
sumber pengetahuan, sistem pengetahuan, dasar kebenaran pengetahuan, dan cara
mendapatkan pengetahuan. Unsur-unsur tersebut amat berguna untuk memperkokoh
landasan pendidikan. Hal tersebut bisa dikaitkan dengan pendidikan sebagai
sebuah studi yang lebih berorientasi pada penelitian (inquiry oriented) dan
pendidikan sebagai sebuah praktik. Filsafat Pancasila akan berguna untuk
menunjang kedua ranah pendidikan tersebut. Dasar epistemologis Pancasila
sebagai sitem filsafat adalah Pancasila sebagai hakikat nilai, sumber nilai,
dan struktur nilai. Sebagai dasar filsafat negara, penjabarannya diimplementasikan
dalam peraturan perundang-undangan dan aspek normatif lainnya. Aplikasinya
dalam berbagai bidang dan berbagai kebijaksanaan dalam setiap program, termasuk
bidang pendidikan.
Filsafat
pendidikan adalah jiwa, roh, kepribadian sistem kependidikan nasional, karena
sistem pendidikan nasional dijiwai dan didasari identitas Pancasila. Filsafat
menjadikan manusia berkembang, mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh secara
sistematis, yang semacam ini telah dituangkan dalam sistem pendidikan, agar
dapat terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pemikiran ini dituangkan di
dalam kurikulum, sehingga sistem pengajarannya dapat terarah dan mempermudah
para pendidik dalam menyusun pengajaran.
Menurut
Aristoteles, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu
negara (Rapar dalam Tsaaqib, 2014). Demikian juga dengan Indonesia. Pendidikan
selain sebagai sarana tranfer ilmu pengetahuan, sosial budaya juga merupakan
sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya. Pendidikan
suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa yang
dianutnya. Pancasila adalah dasar dan idiologi bangsa Indonesia yang mempunyai
fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Peran
filsafat Pancasila terhadap teori-teori pendidkan antara lain: (1) dapat
memberikan arahan pada pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pendidikan/pedagogik. Suatu praktek pendidikan yang didasarkan pada filsafat
Pancasila akan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. (2) Filsafat
Pancasila merupakan suatu pendekatan dalam memecahkan probleatika pendidikan
menyusul teori-teori pendidikan yang tidak dapat dipecahkan dengan metode
ilmiah (3) Dapat memberikan arahan akan relevansinya dengan dunia nyata.
Artinya mengarahkan teori-teori pendidikan tersebut dapat diterapkan dalam
praktek kependidikan sesuai kebutuhan hidup yang berkembang dalam masyarakat.
Filsafat
pendidikan Pancasila mendasari ilmu
pengetahuan kontektual milik budaya bangsa Indonesia yang nilai-nilainya
berbeda dengan bangsa lain. Ilmu
pengetahuan kontekstual yang dimaksud adalah
ilmu pengetahuan milik budaya bangsa Indonesia yang nilai-nilainya
berbeda dengan bangsa lain.
Kesimpulan
Firasat
hidup bangsa Indonesia, yaitu Filsafat Pancasila. Didalamya terdapat banyak
nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia. Filsafat
pendidikan adalah jiwa, roh, kepribadian sistem kependidikan nasional, karena
sistem pendidikan nasional dijiwai dan didasari identitas Pancasila. Filsafat
menjadikan manusia berkembang, mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh secara
sistematis, yang telah dituangkan dalam sistem pendidikan, agar dapat terarah
untuk mencapai tujuan pendidikan. Sehingga dalam kegiatan belajar pembelajaran,
filsafat pancasila dapat dikatakan menjadi roh dalam perencanaan, pelaksaan
serta evaluasi dalam kegiatan belajar di sekolah.
Saran
Kualitas
pendidikan di Indonesia khususnya dalam kegiatan belajar mengajar perlu
ditingkatkan. Pancasila menjadi dasar dan acuan perkembangan pendidikan di
Indonesia. Semua peningkatan yang akan dilaksanakan untuk memajukan pendidikan
di Indonesia haruslah berlandaskan filsafat pancasila.
Daftar Rujukan
Mulyana, Aina.
2015. Teori Belajar dan pembelajaran. (Online), (http://ainamulyana.blogspot.co.id/2015/11/teori-belajar-dan-pembeajaran.html),
diakses 30 April 2016
Siregar,
Farenty. 2014. Penerapan Filsafat Pendidikan Pancasila. (Online), (http://farentysiregar.blogspot.co.id/2014/03/penerapan-filsafat-pendidikan-pancasila.html),
diakses 30 April 2016
Tahitona,
Jessie. 2015. Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli. (Online), (http://filsafatdankomunikasi.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-filsafat-menurut-para-ahli.html),
diakses 30 April 2016
Tsaaqib, Jiyad.
2014. Filsafat Pancasila. (Online), (http://reckyaprialmi.blogspot.co.id/2014/12/filsafat-pancasila.html),
diakses 30 April 2016
No comments:
Post a Comment